Pengamat INDEF, Enny Sri Hartati (kanan) dan Anggota DPR F-Partai Golkar, Misbakhun (kiri) saat diskusi dialektika demokrasi dengan tema Tax Amnesty, Jangan Seperti “Tak Ada Akar, Rotan Pun Jadi” di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/9). Dana tebusan dari kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) yang didapatkan baru mencapai Rp 2 triliun. Angka itu masih jauh dari target sebesar Rp 165 triliun. Pemerintah disarankan mengubah strategi sosialisasi. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com – Pemerintahan di bawah Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla(JK) selama dua tahun ini ternyata malah membuat daerah semakin mengalami ketimpangan antar pulau.

Kebijakan pembangunan yang katanya mau lebih menjangkau semua pulau, yang terjadi justru masih Jawa sentris seperti pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. Sehingga pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB) antar daerah masih didominasi oleh Pulau Jawa.

“INDEF menilai, wajah ketimpangan pembangunan tercermin dari meningkatnya porsi Jawa terhadap pembentukan PDB. Jawa masih mendominasi pertumbuhan dan kontribusinya terhadap PDB nasional,” ujar Direktur Eksekutif INDEF, Enny Sri Hartati, di Jakarta, Kamis (20/10).

Meurut Enny, hingga Kuartal II-2016 lalu, posisi Jawa sudah mencapai 58,8 persen. Sementara Kalimantan maah alami penurunan pembangunan menjadi cums 7,61 persen. Sumatera juga tak lebih dari 20,8 persen.

“Jadi, masih Jawa sentris dan belum merata pertumbuhan atau pembangunannya. Invetasi di Jwa capai Rp162,7 triliun, sedang Sumatera hanys Rp61,9 triliun,” tegas Enny.

Kondisi tersebut, kata dia, semakin diperparah kian merosotnya laju pertumbuhan daerah. Ketergantungan yang berlebihan terhadap sektor komoditas mentah membuat beberapa daerah, seperti Kalimantan Timur dan Riau menghadapi pertumbuhan yang rendah, bahan negatif.

Di tempat yang sama, Peneliti Indef Bhima Yudhistira menambahkan, daerah-daerah yang masih bergantung dengan harga komoditas sekarang ini mau tidak mau harus mengalami pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan dengan sebelumnya.

Kondisi ini dipengaruhi oleh harga komoditas yang tengah mengalami penurunan signifian ini masih juga belum mulai rebourn.

“Harga minyak mentah, batu bara, dan komoditas lainnya masih turun. Baru saat ini mulai membaik, tapi itu juga terbatas,” ucap Bhima.

Menurutnya, ddaerah yang bergantung komoditas seperti Kalimantan Timur pertumbuhan Produk Domestik Regiona Bruto (PDRB) minus 1,28 persen. Riau hanya tumbuh 0,22 persen, dan Aceh cuma 0,72 persen. Jadi, memang masih Jawa sentris.

Di sisi lain, Bhima menegaskan, pemerintah memang seharusnya membangun perekonomian dari pinggiran. Apalagi saat ini pertumbuhan ekonomi daerah terbilang merosot. Pemerintah perlu berupaya dan fokus terhadap pembangunan ekonomi di daerah guna mendongkrak dan mengakselerasi perekonomian secara keseluruhan.

“Namun semangat untuk membangun perekonomian dari pinggiran tak terjadi. Yang terjdi, kesempatan kerja semakin kecil dan pertumbuhan ekonomi semakin kurang berkualitas,” cetunya.

Ditamba lagi, hilirisasi industri di daerah belum maksimal. INDEF melihat ketimpangan antar wilayah angkanya masih melebar. Sejak dulu, pemerintah hanya ngomong saja mau mengurangi dominasi Jawa, tapi itu hanya mimpi ketimpangan antar wilayah bisa dikurangi.

“Faktanya, hingga Kuartal II-2016 lalu, masih terjadi Jawa sentris, dengan 60 persen dari total pembangunan berkontribusi terhadap PDB nasional,” tandasnya.

Dia menilai, perlu belajar dari kasus Korea Selatan dala membangun daerahnya, salah satunya terkait industrialisasi di daerah.

“Kita bisa mencontoh bagaimana mereka bangun sektor industrinya, terutama industri-industri di daerah. Sehingga yang terjadi, dulu mereka sama-sama negara penerima bantuan sekarang negara donor,” pungkasnya.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka