George Soros (Foto: Istimewa)
George Soros (Foto: Istimewa)

Jakarta, Aktual.com – Hari itu, Senin 30 November 2015, sebuah rilis cukup mengejutkan dikeluarkan oleh pemerintah Rusia.

Dua lembaga kemanusiaan milik George Soros yakni Open Society Foundations (OSF) dan Open Society Institute (OSI) dibekukan operasinya. Beberapa proyek dan program dua NGO pro demokrasi tersebut dianggap membahayakan negara.

“It was found that the activity of the Open Society Foundations and the Open Society Institute Assistance Foundation represents a threat to the foundations of the constitutional system of the Russian Federation and the security of the state”. Demikian pernyataan dalam rilis tersebut.

Pemerintah Rusia tidak menyebutkan secara ditel alasan penutupan dua NGO milik Soros yang namanya pernah ‘besar’ juga Indonesia terkait peristiwa jatuhnya rezim Soeharto beberapa tahun lalu.

Namun Agustus lalu, ada sebuah berita viral di medsos menyebut bahwa ribuan data dan file milik Soros telah diretas. Beberapa data penting hasil retasan tersebut di-blow up di laman  https://soros.dcleaks.com.

Data sekitar 2500 email dan dokumen hasil retasan itu cukup mengejutkan. Intinya, ternyata banyak peran penting George Soros dibalik beberapa peristiwa global yang saat ini terjadi. Salah satunya adalah strategi pendanaan ke beberapa NGO untuk operasi Color Revolution yang ujungnya adalah kudeta.

Mungkin ini alasan mengapa pemerintah Rusia membekukan dua NGO milik Soros di Rusia. Di samping itu, ada beberapa data dan komunikasi Soros dan Petro Poroshenko (Presiden Ukraina) yang diretas oleh pemerintah Rusia pada Juni 2015 lalu yang mengindikasikan bahwa Presiden Poroshenko adalah presiden boneka AS.

Ada juga beberapa data hasil retas tersebut yang mengejutkan soal ‘hidden agenda’ Soros di balik pendanaan dan support langsungnya di program global immigration yang saat ini jadi salah satu masalah ekonomi politik krusial di beberapa negara Uni Eropa.

Sebenarnya banyak data hasil retas tersebut yang bisa dianalisis lebih lanjut seperti operasi di Ukraina, Yunani, Albania sampai operasi ‘membungkam’ media mainstream.

Namun sayang, gaungnya tidak seperti hasil retas proyek Panama Papers atau Wikileaks. Data retas soal Soros ini tidak ‘bersinar’ dan diberitakan oleh media mainstream seperti ketika Panama Papers bersinar di media mainstream. Entah kenapa. Apa karena proyek Panama Papers itu sebagian dibiayai Soros sedangkan data retasan Soros ini tidak ada yang membiayai. Memang banyak pertanyaan memang muncul, terutama soal siapa atau organisasi apa yang meretas data tersebut.

Pertanyaannya, apa makna tersuratnya?

Setidaknya ada beberapa hal penting yang bisa ditarik dari beberapa data retas soal Soros dan beberapa NGO bentukannya ini. Bahwa ada dugaan ‘hidden agenda’ dibalik bantuan, hibah atau charity Soros ketika masuk ke sebuah negara tertentu.

Entah apa ‘hidden agenda’ nya, tergantung kepentingan Soros di sebuah negara tertentu.

Tentu, yang paling penting, ini adalah sebuah warning buat pemerintah untuk selalu berhati-hati dalam memutus sebuah kebijakan yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan organisasi nir laba milik Soros.

 

(Faizal Rizki Arief)