Kalau yang melempar Kartu sekop itu pak tani, mungkin tak ada yang acuh tentang lemparan kartu sekop tersebut. Artinya, mau kartu dilempar ataupun mau ditaruh dimanapun tak jadi soal.

Namun ketika yang melempar kartu sekop itu seorang raja, maka seluruh istana bisa geger. Ada apa gerangan sang raja?

Kartu sekop bisa menjadi kartu truf bagi sang raja. Namun sebaliknya, bisa juga menjadi ungkapan kegusaran  sang raja yang telah lelah bermain kartu.

Sedangkan sekop itu sendiri pertanda sebagai alat yang biasa diidentikkan dengan sebuah seremonial peresmian sebuah acara tertentu.

Apakah sang raja sedang mengungkapkan kegerahan itu? Karena kesal hanya diposisikan sebagai pemotong gunting pita melulu? Ataukah ada fenomena lain?

Bila melihat caranya melempar kartu Sekop, seolah menggambarkan sang raja sedang mengeluarkan segala rasa kegundahan dari alam bawah sadar sang Raja yang ingin hidup bebas namun apa daya, terlanjur terkunci dalam sangkar Istana dan rumahnya sendiri.

Ditambah dengan beredarnya draft susunan para punggawa sedulur raja yang baru tersusun dan ternyata bocor, ataukah memang sengaja di bocorkan? agar beredar luas di kalangan rakyat cilik, seolah telah melumpuhkan jaring laba laba para relawan raja lama yang selama ini bermarkas di pusaran istana dan telah merasa menjadi ring satu istana.

Draft nama Sedulur Raja yang tersusun dan draftnya beredar luas di masyarakat itu tentunya membuat gerah para pengurus maupun penasehat Raja yang namanya tercantum disana.

Namun ada sisi positif dengan beredarnya draft tersebut. Karena draft susunan sedulur raja yang baru itu telah mampu menghentakkan para punggawa yang lama, eeh ternyata selama ini masih berada di ring tiga dan empat sang Raja.

Sang Raja pun alhasil terputus hubungannya dengan ring satu para sanak kadang jaringan lama yang selama ini telah bersenyawa dan nyaman bersama raja.

Lemparan Kartu Skop seolah menggambarkan kegerahan yang sedang dialami raja namun tak mampu terucap dengan kata-kata. Betapa Istana yang megah tapi tak mampu menghadirkan independensi sang raja..

Sengaja saya mulai dengan sebuah metafor. Sebelum masuk ke batang tubuh cerita yang sebenarnya.  Untuk menggambarkan cerita konkretnya jika dibaca dalam konteks Jokowi sebagai presiden? Inilah cerita sesungguhnya.

Jokowi sekarang ibarat hidup dalam sangkar. istana. Kekunci di rumahnya sendiri. Caranya buang sekop menggambarkan bawah sadarnya. Ingin bebas dari sesuatu tapi nggak bisa. Dan nggak tahu apa. Karena adanya di dalam diri dan lingkungan terdekatnya.

Beredarnya susunan Sedulur Jokowi memang telah melumpuhkan jaring laba laba yang dia bangun senditi. Para relawan Jokowi yang sejak Luhut dan Teten bermarkas di KSP dan merasa jadi ring satu. Dengan beredarnya daftar tersebut mereka tersadarkan bahwa dari awal mereka cuma ring tiga dan empat. Yang ring satu dari awal ya yang di daftar itu

Kedua. Nama nama di prngurus maupun pembina tentunya juga nggak happy. Karena sebagai gerakan senyap telah kebuka dan terdeteksi. Sehingga tak mungkin lancarkan silent operation

Jokowi pun alhasil terputus keterhubungannya baik dengan ring satu Sedulur maupun jaringan relawan yang dikoordinir melalui KSP pada era Luhut maupun Teten.

Judulnya. Kekunci di rumahnya sendiri. Dia gak bisa keluar. Runyamnya lagi. Dia nggak bisa ngundang masuk temannya ke dalam.

Dalam situasi seperti ini. Menarik mengikuti dinamika hasil rakernas Partai Demokrat dan manuver SBY. Adanya Moeldoko di KSP hanya sby yang bisa keluar maduk rumah Jokowi. Meski Jokowi tetap nggak bisa keluar. Apalagi ngundang orang ysng dia suka ke rumahnya. Lepas kita suka atau tidak. Itulah kenyataannya.

Inilah dinamika politik yang harus kita baca ke depan. Kita memasuki perang pikiran. Perang strategi dan perang siasat. Bukan sekadar soal Jokowinya.

Apakah sistem model gini harus dipertahhankan? Saya kira banyak yang nyaman dan ingin pertahankan sistem model gini. Dengan atau tanpa Jokowi.

Artinya akan tetap bertumpu pada sebuah sistem yang diibaratkan seperti Teater tanpa Aktor, Yang mana hanya terdiri antara sutradara dan para pemain. Tanpa dijembatani oleh skrip cerita secara rinci dan menyeluruh.

tulah sebab para aktor sejati yang terbiasa membaca seluruh skrip cerita sebelum memainkan perannya disingkirkan. Yang didorong ke pentas adalah para figuran.

Mungkin drama karya alm WS Rendra cukup tepat menggambarkan situasi perpolitikan sekarang, meski drama ini dipemtaskan pertamakali pada 1968. Drama tersebut berjudul Bib-Bob.

Bib-Bob oleh rendra digambarkan sebagai robot yang bergerak tanpa emosi. Di luar kemauannya sendiri. Tanpa ekspresi. Tanpa tahu apa kesudahan gerakannya nanti.

Bib-Bob adalah gambaran kehadiran para pemain di atas pentas yang sejatinya merupakan kehadiran kuasa di luar kemauannya sendiri Yang mereka punya cuma daya dan tenaga.Tapi tak ada daya hidup.

Bukankah persis para aktor kita di pentas politik sekarang.?

Hendrajit, redaktur senior.