Jakarta, Aktual.com – Pengamat ekonomi politik dari AEPI, Salamuddin Daeng, melihat kesenjangan di sektor keuangan bisa dilihat dari adanya simpanan orang di sektor perbankan dalam mata uang rupiah.

Sejauh ini, berdasar data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per September 2016, dana masyarakat yang disimpan dalam rupiah di bank umum, dan BPR mencapai Rp 3.770 triliun dengan jumlah rekening keseluruhan sebanyak 186.168.335 rekening.

Dari jumlah tersebut, ternyata rekening yang mengantongi dana di atas Rp2 miliar sebanyak 226.948 rekening, dengan nilai simpanan Rp2.609 triliun. Sedangkan, jumlah rekening di bawah Rp2 miliar rupiah sebanyak 185.936.387 rekening dengan nilai tabungan sebesar Rp1.161 triliun.

“Artinya, kurang dari satu persen pemilik rekening bank menguasai 66 % tabungan di bank atau sebanyak lebih dari 99 % lebih pemilik rekening hanya menguasai 34 % tabungan di bank,” cetus Daeng kepada Aktual.com, Sabtu (18/3).

Sementara itu, kata dia, dilihat dari nilai tabungannya, rata-rata nilai tabungan kurang dari 1 % pemilik rekening yang menguasai 66 % tabungan di bank itu adalah Rp11,4 miliar per rekening. Sangat kontras dengan rata-rata nilai tabungan 99% pemilik rekening yang menguasai 34% tabungan di bank yang cuma Rp7,3 juta per rekening.

“Data di atas menggambarkan ketimpangan yang sangat besar dalam struktur penguasaan tabungan rupiah di bank. Karena kurang dari 1 % penduduk Indonesia menguasai hampir 2/3 kekayaan keuangan nasional,” tegas Daeng.

Apalagi memang, sambungnya, masyarakat Indonesia yang hidup di era Joko Widodo ini hanya 60 juta orang yang tercatat memiliki rekening di bank atau hanya seperempat dari jumlah penduduk Indonesia.

“Dan mereka yang tidak punya rekening patut diduga tidak memiliki kemampuan keuangan sama sekali untuk dapat berhubungan dengan sektor perbankan,” jelasnya.

Apalagi data tersebut belum termasuk tabungan atau simpanan dalam mata uang asing (valas) yang notabene dimiliki oleh glongan atas seperti asing dan taipan. Mereka memiliki simpanan dalam instrument surat berharga lainnya seperti surat utang negara yang sudah pasti dimiliki oleh pemodal besar.

Tak hanya simpanan. Kata Daeng, dari sisi kucuran kredit pun, baik rupiah maupun valas, memperlihatkan struktur ketimpangan yang sangat dalam. Dari total kredit rupiah dan valas yang dialokasikan perbankkan senilai Rp. 4.224 triliun, sebanyak 81,58 % dialokasikan bagi kegiatan usaha skala besar.

“Sedang untuk kalangan UKM hanya Rp781,9 triliun atau 18,42% dari total kredit. Padahal UKM itu yang selama ini memberikan kontribusi besar bagi perekonomian negara. Sementara usaha besar kerap menimbulkan kemacetan dan berujung pada krisis keuangan yang pada akhirnya menjadi beban seluruh rakyat,” tandas dia.

(Reporter: Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka