Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng, Pakar Ekonomi Politik Ichsanuddin Noorsy, Mantan Menteri Kordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli, Moderator yang juga Redaktur Senior aktual.com Hendrajit saat diskusi Aktual Forum dengan tema Nasib Perusahaan "Plat Merah" Di Bawah Kebijakan Rini Soemarno di Jakarta, Minggu (13/5/18). Perusahaan BUMN seharusnya bisa menjadi pengerak ekonomi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Seperti China, dulu BUMN motornya bibarengi swasta, tapi Indonesia terbalik, dengan segala kelebihan yg terjadi, BUMN kita malah jadi faktor yang memperlambat ekonomi, karena jadi alat kekuasaan dan pengelolaannya tidak profesional. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Di dalam ilmu psikologi selain ada istilah Amnesia ternyata ada pula istilah Mnemophobia, yaitu sebutan untuk orang yang takut akan sejarah masa lalu. Bagi penderita Mnemophobia semua jenis ingatan, yang buruk maupun yang baik, adalah menakutkan.

Orang Korea masih merekam dengan baik perlakuan Jepang terhadap mereka di masa lalu. Rekaman ingatan akan masa lalu tersebut dipakai untuk membangun motivasi lebih maju, yaitu tekad untuk mengalahkan Jepang di segala bidang.

Orang China merekam perilaku agresor bangsa dari Negeri Matahari Terbit itu menjadi materi buku sejarah berkaitan dengan pembataian keji Jepang di Nanking dalam Perang Tiongkok-Jepang.

Dengan itu (dengan sejarah yang kelam itu) China memotivasi diri untuk menjadi raksasa dunia berkompetisi dengan Jepang.

Mahathir Mohamad membawa Malaysia menjauh dari jalan sesat perekonomian yang menetek kepada IMF dan World Bank. Mahathir sadar Malaysia yang mendapat hadiah kemerdekaan dari kolonialis-imperialis Inggris tidak boleh jatuh untuk kedua kali ke dalam lobang yang sama, sehingga ia menentang dua badan perekonomian dunia yang merupakan kakitangan perekonomian neoliberal itu.

Neoliberalisme sendiri sebagaimana sudah sering diingatkan oleh tokoh nasional dan calon presiden, Dr Rizal Ramli, esensinya adalah pintu masuk neo-kolonialisme dan neo-imperialisme. Pintu masuk bagi penjajahan baru di bidang ekonomi yang ditandai dengan merajainya asing dan aseng yang menginjak-injak daulat ekonomi kerakyatan, seperti yang sedang melanda NKRI saat ini.

Di masa lalu pemimpin Boedi Oetomo menyebut neoliberalisme sebagai Een Plant Van Vreemden Bodem, atau Tanaman Dari Negeri Asing, yang tidak sesuai dengan iklim perekonomian Indonesia.

Pemimpin Sarekat Islam, Tjokroaminoto mencap neoliberalisme sebagai Het Zondig, faham murtad !

Mohammad Husni Thamrin menyebutnya faham penjahat dan perusak penghidupan rakyat.

Sedang Sukarno mencelanya sebagai Ibu Semua Bencana.

Soal praktek neoliberalisme yang kini kian subur juga punya korelasi dengan sifat para elit kekuasaan kita hari ini yang kian terjangkit oleh Mnemophobia sekaligus Amnesia. Takut kepada ingatan sejarah, lupa permanen kepada peristiwa-peristiwa sejarah.

Kita hari ini semakin mudah melupakan peristiwa-peristiwa yang pernah menyakiti bangsa ini di masa lalu seperti praktek-praktek penindasan ekonomi terhadap rakyat berupa Kulturstelsel (Tanam Paksa), Kuli Kontrak, Romusha, Kerja Rodi, dan sebagainya, yang kini menjelma lagi ke dalam berbagai bentuk baru berupa kebijakan-kebijakan ekonomi neoliberalisme.

Mengingat peristiwa penindasan ekonomi yang menyakitkan rakyat di masa lalu bukanlah untuk menyuburkan dendam kesumat, melainkan harus menjadi modal untuk mengoreksi supaya tidak terulang lagi, mengapa dulu kita kalah dan sekarang kembali kalah; mengapa kita tidak berdaya.

Kalau kita tidak pernah mau belajar dari kesalahan dan dari kekalahan di masa lalu justru kita tidak akan pernah berubah. Itulah sebabnya praktek-praktek neoliberalisme semakin subur. Bahkan menteri-menteri bidang ekonomi pro neoliberal kini masih terus diawetkan di kabinet, tidak peduli rakyat menjerit-jerit mengalami berbagai tekanan dan himpitan ekonomi dalam kehidupan keseharian.

Ditulis oleh: Arief Gunawan

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka