‘Kemenkumham: Banyak Masyarakat yang Kurang Paham Fidusia’

Jakarta, Aktual.com – Kasubdit Jaminan fidusia pada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, Iwan Supriadi mengatakan bahwa masih banyak masyarakat yang belum memahami perlindungan dan kepastian hukum dalam eksekusi jaminan fidusia.

“Bahwa undang-undang jaminan fidusia itu sudah lebih dari 18 tahun, tapi banyak masyrakat yang kurang paham. Kalau saya mengadakan kegiatan sosialisasi sekarang objek saya itu adalah masyarakat, biar masyarakkat paham. Kedudukan masyarakat di dalam undang-undang jaminan fidusia adalah sebagai pemberi fidusia, sebagai konsumen, itu kita lindungi memang,” kata Iwan dalam jumpa pers bertema “Fidusia dan Penerapannya” yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pengusaha Pembiayaan Indonesia (APPI), di Jakarta, Rabu (5/9).

Namun demikian, Iwan tidak menafikkan bahwa di tahun 2018 tren pendaftaran fidusia terjadi peningkatan yang cukup signifikan.

“Di tahun 2018 ini sudah 5.400.14.000 pendaftaran sertifikat jaminan fidusia dan terus meningkat dari tahun ke tahun,” ujarnya.

“Ini di tahum 2015 ini dia memang menurun. Cuma nilai jaminannya kalau kita lihat penerimaan PNBP memang dia meningkat tahun 2015. Artinya, di tahun 2015 itu pendaftaran jaminan fidusia itu objeknya adalah kendaraan berat yang nilai jaminannya besar,” sambungnya.

Selain itu, di tahun 2016 hingga 2017 juga mengalami peningkatan. Hal itu ditengarai karean adanya transportasi berbasis online.

“Ini tren tahun 2016-2017 itu naik karena ada ojeg online. Sehingga banyak masyarakat yang melakukan kredit kendaraan bermotor,” katanya.

Namun kemudian masyarakat sebagai debitur dan perusahaan pembiyaan (leasing) juga harus sama-sama memberikan hak dan kewajiban yang telah diatur dalam undang-undang tentang perlindungan dan kepastian hukum dalam eksekusi jaminan fidusia, khususnya dalam pelaksanaan eksekusi jika debitur dinilai wanprestasi.

“APPI, OJK, Kemenkumham dan pihak kepolisian dalam hal mengantisipasi, bagaimana sih aturan yang baik untuk pelaksanaan eksekusi yang lebih santun,” tegasnya.

“Tetapi begitu dilelang kurang dari jaminan, ya kita sebagai debitur harus menutupi kekurangan itu. Begitu juga nih, debitur dan kreditur, masyarakat dengan perusahaan pembiayaan harus sama-sama untung,” pungkasnya.

Berikut cuplikan lengkapnya:
Laporan: Warnoto