Ribuan umat muslim memadati Jalan Jenderal Urip Sumoharjo, Jatinegara, Jakarta Timur, untuk melaksanakan shalat Idul Adha 1437 H, Senin (12/9/2016). Pada hari raya Idul Adha ini umat Muslim berkumpul pada pagi hari untuk melakukan shalat Idul Adha berjamaah dan dilanjutkan dengan penyembelihan hewan qurban.

Gunung Kidul, Aktual.com – Kementerian Agama Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, akan melakukan pencegahan terjadinya penyalahgunaan mimbar dakwah Shalat Idul Fitri 2018 menjadi ajang politik praktis karena 2018 mulai memasuki tahun politik.

Kepala Kemenag Gunung Kidul Aidi Johansyah di Gunung Kidul, Kamis (14/6), mengatakan mendekati Pemilu 2019, pihaknya sudah mengimbau agar para Dai ataupun khatib untuk berceramah pada Hari Raya Idul Fitri bebas dari politik.

“Kami mengimbau kepada semua Dai, khotib untuk menyampaikan dakwah yang damai, membawa pesan damai, artinya tidak melakukan ujaran kebencian unsur menghasut. Kita harapkan para dai kita memberikan pesan kedamaian, kerukunan, dan keamanan bersama itu yang kita harapkan,” tutur Aidi.

Sementara itu, Kepala seksi Bimas Islam Kemenag Gunung Kidul Arif Gunadi berharap semua mubaliq dan khotib mentaati imbauan. Tim dari Kemenag akan melakukan pemantauan secara acak terhadap titik Shalat Id yang berpotensi digunakan untuk politik praktis.

“Kami meminta tim di lapangan termasuk penyuluh dan kepala KUA, untuk bisa mendeteksi khotib atau mubalig yang dimungkinkan menimbulkan disharmonisasi. Kami akan meminta naskah yang akan disampaikan saat ceramah Shalat Idul Fitri, jika memang ada yang mencurigakan atau bermuatan politik akan kami konfirmasi,” ujarnya.

Kemenag Gunung Kidul sudah meminta kepada seluruh panitia Shalat Idul Fitri yang total ada 1.135 titik untuk mengirimkan naskah ceramahnya. Hal ini untuk mengantisipasi perpecahan di masyarakat. Meski demikian, pihaknya tetap akan mengklarifikasi jika ada yang berbau politik.

Arif berharap pelaksanaan Shalat Idul Fitri baik di masjid maupun lapangan dapat berjalan lancar, dan menjaga nilai-nilai toleransi antarumat beragama dan sesama muslim. Sebab, tidak menutup kemungkinan hal ini bisa terjadi seperti dibeberapa tempat.

“Diharapkan khotib dan mubaliq yang menyampaikan menyajikan materi menyejukkan situasi kondisi. Diharapkan tidak membicarakan ranah politik, dan mempunyai sensitifitas sosial,” ucapnya, berharap.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: