Gubernur Sultra, Nur Alam
Gubernur Sultra, Nur Alam

Jakarta, Aktual.com-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pencekalan terhadap sejumlah pihak yang terkait dengan kasus korupsi Gubenur Sulawesi Tenggara, Nur Alam.

“Mereka yang dicegah yakni Direktur PT Billy Indonesia, Widi Aswindi, Pemilik PT Billy Indonesia, Emi Sukiati Lasimon dan Kepala Dinas (Kadis) Pertambangan dan Energi Pemprov Sultra, Burhanuddin,” ungkap Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha saat jumpa pers di kantornya, Jumat (26/8).

Dijelaskan Priharsa, pencegahan dilakukan karena penyidik sudah berencana untuk memeriksa tiga orang tersebut. Kendati demikian, belum diketahui kapan pemeriksaan akan dilakukan.

“Mereka dicegah karena bila sewaktu-waktu penyidik membutuhkan keterangannya, yang bersangkutan tidak sedang berada di luar negeri,” jelasnya.

Seperti diketahui, ‎Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang salah satunya adalah untuk PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).

Kasus ini mulai naik ke permukaan, usai Gubernur usungan Partai Amanat Nasional (PAN) menerbitkan SK Nomor 828 Tahun 2008 tentang Persetujuan Pencadangan wilayah pertambangan PT AHB seluas 3.084 hektar di atas lahan tambang milik PT Prima Nusa Sentosa (PNS).‎

SK yang dikeluarkan oleh Nur Alam di atas ditingkatkan lagi dengan menerbitkan SK Nomor 815 Tahun 2009 tantang IUP Eksplorasi milik PT AHB, serta SK Gubernur Nomor 435 Tahun 2010 tentang Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Eksploitasi di lahan yang sama.

Kendati demikian, SK tersebut ternyata tumbang tindih dengan yang sebelumnya dan sempat digugat oleh PT PNS ke Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Kendari. Gubernur Sultra Nur Alam pun kalah dua kali di PT TUN atas gugatan.

Sesuai putusan PT TUN Kendari yang disidangkan pada 30 Mei 2011 dengan Nomor 33/G.TUN/2010/PT-Kdi dan putusan pada PT TUN Makassar dalam perkara banding bernomor 106/B.TUN/2011/PT TUN MKS pada 29 September 2011 sekaligus menguatkan putusan PT TUN Kendari.

Putusan tersebut menilai Gubernur Sultra Nur Alam dalam menerbitkan izin yang menjadi obyek sengketa, bertentangan denga Peraturan Perundang-Undangan yakni Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No 1603.K/40/M.EM/2003, serta bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Putusan PTUN Makasar yang menguatkan putusan PTUN Kendari yang sekaligus menegaskan bahwa PT PNS berhak secara hukum untuk melakukan penambangan di atas lahan seluas 1.999 hektare di kecamatan Kabaena Tengah dan Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana, selama 20 tahun.‎

Tapi anehnya, walau dinyatakan kalah di persidangan, aktivitas penambangan tetap dilakukan PT AHB saat itu.

Nah, diawal 2016 KPK mulai masuk menyelidik kasus Nur Alam ini dan menemukan bukti permulaan yang cukup. Kemudian, pada 23 Agustus 2016, KPK mengumumkan mantan Ketua DPW Partai Amanat Nasional (PAN) itu sebagai tersangka karena diduga menyalahgunaan wewenang saat menerbitkan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan dan Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.

“Diduga, penerbitan SK dan izin tidak sesuai aturan yang berlaku, dan ada kick back yang diterima Gubernur Sultra (Nur Alam),” kata Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif.

Artikel ini ditulis oleh: