petani di desanya masih merasakan harga gabah yang lebih baik, yaitu Rp 459 ribu per kuintal, atau Rp 4.590 per kg.

“Pas belum panen itu harga masih bagus, lagi mahal-mahalnya. Nah waktu masa panen baru turun, sudah mulai ramai (beras impor),” ungkap Judin di kediamannya.

“Kalau panen raya sudah biasa kayak gitu (harga gabah turun),” tambahnya.

Dari setengah hektar lahan yang dimilikinya, Judin mengaku mendapat gabah sebanyak 2.319 kg. Hasil itu masih belum bersih lantaran harus dibagikan kepada buruh tani yang memanen sawahnya. Menurutnya, dari setiap 6 kuintal gabah yang dipanen, 1 kuintal akan diberikan kepada buruh tani tersebut.

Jumlah gabah yang dijualnya pun hanya mencapai 1.354 kg.

“Jadi cuma dapat sekitar Rp 6 juta saja, itu belum dipotong modal awal Rp 3 juta untuk benih, traktor dan biaya panen,” ucap Judin.

“”Kalau orang dagang, untung 3-4 juta dalam waktu 3 bulan kan terlalu sedikit. Tapi kalau petani perhitungannya beda. Kalau orang tani kan perhitungannya, bisa jual, kita juga punya gabah, jadi buat makan enggak bingung,” tambahnya memaparkan.

Hasil panen ini disebutnya lebih sedikit dibandingkan dengan hasil panen sebelumnya. Ia menuturkan, jika sedang bagus, gabah hasil panen miliknya dapat mencapai lebih dari tiga ton.

“Untung enggak banyak kita mas, kalau dibandingin dengan capek dan semuanya. Di sawah kan panas ya kepanasan, hujan ya kehujanan,” kata Judin.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby