Suasana sepi terlihat di Jakarta International Container Terminal (JICT) di Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (3/8). Suasana sepi ini disebabkan Aksi Mogok kerja ratusan Pekerja PT Jakarta International Countainer Terminal (JICT). AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Aksi mogok serikat pekerja PT Jakarta International Container Terminal (JICT) beberapa waktu lalu, disebut Indonesia Port Watch (IPW) bukan menuntut hak pekerja tapi lebih dari itu ingin menyelamatkan aset negara yang ada di JICT. Perusahaan ini sebagai salah satu anak usaha dari BUMN, PT Pelindo II (Persero).

Menurut Presiden IPW, Syaiful Hasan kerugian JICT sebesar Rp40 miliar yang dinyatakan oleh Direktur Keuangan JICT, Budi Cahyono, diduga telah melanggar UU 19/2003, UU 40/2007 dan Peraturan Menteri BUMN No. PER-01/MBU/2011 tentang penerapan tata kelola perusahaan yang baik (GCG) pada BUMN.

“Penyimpangan Direksi JICT juga diduga melanggar pasal 92 UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,” kecam dia, dalam keterangan resmi yang diterima, Minggu (13/8).

Bunyi pasal itu adalah: “Direksi bertanggung jawab menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan yang sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta berwenang menjalankan pengurusan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat terutama sesuai business judgment rule”.

Penyimpangan tersebut, kata dia, terkait dengan masih dilaksanakannya penyewaan dermaga utara JICT kepada TPK Koja, padahal aksi mogok sendiri telah selesai.

Dia menegaskan, berdasarkan data lapangan, produktivitas dermaga Utara JICT sangat anjlok karena bukan dioperasikan oleh pekerja JICT. Tercatat, produktivitas dermaga utara hanya 8-13 Move Per Hour (mph). Sementara di Dermaga Barat JICT yang dioperasikan sendiri, produktivitasnya mencapai 28-29 mph.

“Secara rata-rata, seharusnya kapal-kapal di dermaga utara JICT bisa selesai dalam waktu 36 jam. Namun saat dioperasikan oleh TPK Koja mencapai 5 hari bahkan ada beberapa petikemas yang hilang,” ungkap dia.

Syaiful mengatakan, Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok sudah mengingatkan bahwa sewa dermaga utara hanya untuk rencana kontingensi. Namun tidak ada dasar yang jelas, mengapa sampai saat ini Direksi JICT masih bersikeras menyewakan dermaga utara JICT.

“Sehingga, ancaman kerugian lebih besar dari pengguna jasa ada di depan mata. Belum lagi soal bengkaknya dwelling time akibat kelambatan pelayanan,” dia menegaskan.

Untuk itu, dirinya sangat menyayangkan pernyataan Menteri BUMN, Rini Soemarno soal pesangon pekerja JICT dan terkesan bungkam dalam menangani aksi mogok itu. “Jelas itu (sikap Rini) kontraproduktif dengan instruksi Presiden untuk menangani mogok JICT sesuai UU,” cetusnya.

Selain itu, kata dia, dengan penanganan mogok yang tidak sesuai aturan itu dan serampangan, telah menyebabkan kerugian besar bagi pengguna jasa dan guncangan ekonomi nasional.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka