Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) melakukan aksi menolak reklamasi teluk Jakarta di depan gedung KPK, Jakarta, Jumat (7/10/2016). Dalam aksinya Kammi meminta KPK untuk tidak takut menuntaskan kasus suap Reklamasi dan mendesak KPK untuk segera menetapka tersangka Sunny, Aguan dan Richard yang sangat jelas keterlibatannya dalam kasus suap Reklamasi Teluk Jakarta.

Jakarta, Aktual.com – Pengembangan kasus suap raperda terkait reklamasi pantai utara Jakarta tak jelas arahnya. Padahal, sedari awal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut kasus tersebut sebagai ‘grand corruption’.

Klaim Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, kelanjutan kasus tersebut akan dilakukan dengan mengacu pada bukti-bukti yang dimiliki. Ia membantah jika KPK takut melanjutkan kasus tersebut lantaran ada ‘nama besar’ seperti Chairman PT Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan.

“KPK tentu tidak mengenal orang besar atau orang kecil. Tentu kita berjalan di koridor hukum berdasarkan kecukupan bukti,” kata Febri saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (22/3).

Aguan memang disebut sebagai pihak yang diduga terlibat dalam kasus suap raperda reklamasi. Dia pun jadi salah satu pihak yang disadap KPK. Dimana, dalam sadapan itu Aguan terdengar berbicara dengan Wakil Ketua DPRD DKI, M Taufik.

Bahkan, KPK juga memiliki keterangan dari Direktur Utama PT Kapuk Naga Indah, Budi Nurwono, terkait kesepakatan ‘fee’ antara Aguan, dan pihak DPRD DKI yang diwakili oleh Ketua DPRD DKI, Prasetio Edi Marsudi dan Taufik.

Kesepakatan itu berupa uang Rp 50 miliar, yang berkaitan dengan pasal tentang tambahan kontribusi yang tertuang dalam raperda tentang tata ruang kawasan strategis pantura Jakarta.

Fakta-fakta tersebut pun coba dikonfirmasi ke Febri. Sebab, banyak pihak pula yang menganggap bahwa Aguan, Prasetio dan Taufik sudah layak dijadikan tersangka. Namun sayang, Febri enggan menanggapi.

“Secara spesifik kita tidak mengomentari nama-nama tertentu,” singkatnya.

“Memang dalam beberapa perkara di perjalanan, misalnya dicabut di persidangan dan informasi lain yang berbeda. Ada ruang-ruang yang KPK tidak bisa sepenuhnya masuk,” imbuhnya.

(Zhacky Kusumo)

Artikel ini ditulis oleh: