Syafruddin mengeluhkan sikap KPK terhadap dirinya. Ia menilai KPK telah keliru menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus ini. Sebab selaku Kepala BPPN ketika itu, ia hanya menjalankan putusan Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK).

Begitu pula dengan Sjamsul Nursalim selaku stakeholder Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) sudah melakukan segala kewajibannya untuk melunasi sangkutan.

Namun demikian saat BPPN bubar pada tahun 2004 akhirnya kewajiban, tugas serta hak tagih dilimpahkan kepada Kementerian Keuangan, yang saat itu dijabat Boediono.

KPK menduga tindakan Syafruddin memberikan SKL kepada Sjamsul berpotensi merugikan negara lantaran aset yang diserahkan Sjamsul hanya senilai Rp220 miliar, sehingga masih ada kekurangan bayar sekitar Rp4,58 triliun. Angka dugaan kerugian negara itu didapat KPK dari hasil audit investigasi yang dilakukan BPK pada September 2017 lalu

Syafruddin menjelaskan di sini KPK juga keliru, sebab menurut dia, yang menjual aset tersebut yakni Menteri Keuangan periode 2007 yang kala itu dijabat Sri Mulyani, dimana melalui PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA) menjual aset Sjamsul senilai Rp4,8 triliun menjadi hanya Rp220 miliar.

“Kami menyampaikan fakta bahwa kami menyerahkan Menteri Keuangan tahun 2004 dan tahun 2007 dijual oleh Menteri Keuangan dan PT PPA, itu yang harusnya ditelusuri,” kata Syafruddin usai menandatangani pelimpahan berkas, di gedung KPK, Jakarta, Rabu (18/4).

Hal senada juga diungkapkan Yusril Ihza Mahendra, kuasa hukum Syafruddin Tumenggung. Ketua Umum Partai Bulan Bintan ini menilai KPK keliru melihat kewajiban Sjamsul senilai Rp4,8 triliun yang harus dibayar pada 2004 silam. Menurut dia, kewajiban Sjamsul sudah diserahkan kepada BPPN sehingga mendapat SKL BLBI, sebagai salah satu obligor ketika itu.

“Jadi apa yang dilakukan itu sudah sesuai dengan perundang-perundangan yang berlaku sesuai dengan prosedur dan beliau juga sudah memutus sesaui dengan keputusan dari KKSK (Komite Kebijakan Sektor Keuangan) sendiri,” kata Yusril.

Yusril mengatakan yang menjadi persoalan dan munculnya kerugian negara ketika aset Sjamsul senilai Rp4,8 triliun dijual oleh Menteri Keuangan pada 2007 hanya Rp220 miliar. Yusril menyebut Syafruddin sudah tak berwenang saat penjualan dilakukan lantaran BPPN sudah dibubarkan pada 2004.

“Di situ Rp4,8 triliun kok dijual Rp200 miliar, jadi kerugian negara. Lalu kenapa pak Syafrudin yang dituntut ke pengadilan Tipikor. Yang menjualkan Menteri Keuangan 2007 itu dan tugas BPPN kan sudah selesai,” ujarnya.

Selain itu menurut Yusril dalam kasus ini terdapat dua unsur permasalahan yang berbeda, yakni BLBI yang diterima oleh BDNI pada periode krisis ekonomi lalu dan utang petani plasma dengan BDNI.

“Jadi, kalau Pak Sjamsul Nursalim itu sebagai pemangku kepentingan BDNI sudah melakukan segala kewajibannya untuk melunasi berbagai hal di tahun 1999 ya berarti kan sudah lunas,” ujar Yusril

Sementara, terkait utang yang tidak bisa dibayarkan oleh petani plasma, itu bukan menjadi tanggung jawab Sjamsul. Yang harus membayar utang tersebut adalah PT PPA.

KPK Sasar Korporasi Penerima SKL BLBI

Halaman Selanjutnya…

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby