Maulana Syekh Yusri Rusydi Jabr Al Hasani dalam acara pembacaan kitab amin al-I'lam bi anna attasawwuf min syariat al-islam karangan syekh Abdullah Siddiq al-Ghumari di Majelis Zawiyah Arraudah, Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (28/1/2017). AKTUAL/Tino Oktaviano
Maulana Syekh Yusri Rusydi Jabr Al Hasani dalam acara pembacaan kitab amin al-I'lam bi anna attasawwuf min syariat al-islam karangan syekh Abdullah Siddiq al-Ghumari di Majelis Zawiyah Arraudah, Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (28/1/2017). AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Masih dalam kitab Addurar Annaqiyah, dikisahkan bahwa Pangeran Abdul karim al Khithoby sering mengirim surat kepada Syekh Muhammad untuk meminta fatwa terkait solusi bagi orang-orang Spanyol dan Perancis yang telah menjadi tahanan di bawah kekuasaannya.

Syekh Muhammad, kala itu menjawab, “Perlakukanlah mereka sesuai dengan hukum/syariat Islam.”

Tradisi surat menyurat antar kedunya terus berlangusng secara rutin, dimana pembahasan bukan hanya seputar fatwa, namun juga permasalahan lain yang berkaitan dengan suku Ghumari maupun suku-suku yang lainnya.

Sampai pada akhirnya, terbentuklah sebuah asosiasi yang bergerak dalam bidang penggalangan dana sebagai upaya untuk menyokong perjuangan Pangeran Abdul Karim tersebut.

Suatu ketika, ada sebuah bantuan dari pemerintah Mesir yang ditujukan kepada Pangeran Abdul Karim berupa uang cash dengan jumlah 5000 Pound Mesir.

Dari semua bangsa Maroko yang menetap di Mesir, termasuk di dalamnya keluarga Hulwi, Tazi, Banani, dan Ben Chakroun, tidak ada satupun yang berani membawa uang itu dan menyerahkannya kepada Pangeran Abdul Karim dikarenakan ancaman keselamatan bagi sanak keluarganya di Maroko jika hal ini diketahui oleh penjajah Perancis.

Pemerintah Mesir pun saat itu langsung menghubungi Sayyid Ahmad, putra dari Sayyid Abdullah untuk meminta bantuan ayahandanya agar uang tersebut dapat disampaikan kepada Pangeran Abdul Karim. Sayyid Abdullah pun menyanggupi hal tersebut serta dengan izin Allah Swt mengirimkan bukti tanda terima kepada pihak asosiasi Mesir sebagai bukti bahwa Pangeran Abdul Karim telah menerima bantuan tersebut.

Diantara karomah beliau yang lain adalah beliau sangat disegani oleh penjajah Prancis yang saat itu sedang berkuasa di Maroko.

Suatu ketika, saat penjajah Perancis mengutus petugas administrasi pajak ke rumah Sayyid Abdullah, petugas pajak tersebut tidak mendapatkan respon apapun. Sayyid Abdullah kemudian mengirimkan surat yang ditujukan kepada Sultan Maula Yusuf yang saat itu menjabat sebagai penguasa Negara itu.

Dalam surat tersebut, Sayyid Abdullah menjelaskan bahwa sesungguhnya beliau sudah banyak membantu pemerintah dalam menjaga keamanan dengan cara mengajarkan masyarakat ilmu-ilmu agama serta memotivasi mereka untuk senantiasa istiqomah dan berlaku etis.

Dalam hal tersebut, beliau tidak pernah menuntu upah apapun kepada pemerintah dan tidak pernah berkeinginan untuk memintanya sama sekali. Lantas mengapa kemudian pemerintah malah memintanya untuk membayar pajak atas rumah yang beliau huni? Sejak saat itu pemerintah membebaskan beliau dari kewajiban membayar pajak.

Beliau rahimahullah juga mengetahui bahwa seseorang sudah sampai pada derajat kewalian. Al-kisah, pernah pada satu ketika beliau menyingkap rahasia kewalian istri beliau sesaat sebelum sang istri wafat, yaitu pada malam 27 Ramadhan, tahun 1341 H.

Tiga belas tahun kemudian, tepatnya pada bulan Syawal tahun 1354 H giliran Sayyid Abdullah yang wafat. Putra-putra beliau ingin memakamkannya di samping istri beliau.

Ketika mereka menggali makam ibu mereka/istri beliau, ternyata mereka mendapati jasad istri beliau seolah baru dimakamkan saat itu juga karena tidak ada perubahan darinya sedikitpun, bahkan kain kafannya pun masih utuh seperti baru.

Laporan: Deden Sajidin

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid