Jakarta, Aktual.com – Berlarut-larutnya pengusutan kasus dugaan korupsi pembelian sebagian lahan RS Sumber Waras oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menjadi perhatian serius Komisi III DPR.

Karenanya, dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara komisi hukum dengan KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa-Rabu (14-15/6), menjadi momen bagi anggota dewan mempertanyakan hal tersebut kepada komisioner komisi antirasuah. Anggota Komisi III, Arsul Sani, salah satunya.

Sekretaris jenderal DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini mengungkapkan, sedikitnya lima elemen masyarakat mengadu ke Komisi III, khususnya Panja Penegakan Hukum, terkait kasus RSSW.

“Tentu (mengadu disertai) dengan bukti-buktinya,” ucap Arsul.

Panja Penegakan Hukum, sambungnya, telah melakukan kajian atas pembelian lahan milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) oleh Pemprov DKI senilai Rp755 miliar pada 2014 silam.

Arsul lantas membeberkan beberapa temuan Panja Penegakan Hukum. Misalnya, modus tanggal mundur (backdated) di sejumlah dokumen, baik SK Pembelian Tanah, MoU KUA-PPAS, Kepgub Penetapan Lokasi, dan konsultasi publik. Dia juga menyoroti adanya kajian pasca-APBD disahkan.

Alumnus Universitas Indonesia (UI) ini menambahkan, bahwasanya proses pembelian lahan RSSW juga tidak sesuai peraturan perundang-undangan yang menyebutkan ada empat tahapan pembelian. “Itu temuan kami,” bebernya.

Peraturan perundang-undangan itu adalah UU No. 2/2012, Perpres No. 54/2010 sebagaimana diubah dalam Perpres No. 70/2012, Perpres No. 71/2012 sebagaimana diubah dalam Perpres No. 40/2014.

Jebolan Glasgow Caledonian University ini pun mempertanyakan, mengapa KPK tidak menemukan perbuatan melawan hukum (PMH) dalam kasus tersebut, lantaran berdasarkan kajian dewan jelas terjadi pelanggaran.

“Kalau benar tidak ada unsur perbutan melawan hukum, maka tentu dalam konteks fungsi pengawasan, kami ingin menanyakannya,” tutupnya.

 

Laporan: Fatah

Artikel ini ditulis oleh: