Jakarta, Aktual.com – Presiden Joko Widodo diminta ada di Indonesia saat RAPBN 2016 diketok, ketimbang melakukan lawatan kunjungan kerja ke Amerika Serikat.

Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Dadang Rusdiana mengatakan, kepergian Jokowi ke AS membuat kesan dia sudah tidak lagi peduli dengan pengesahan APBN.

“Seharusnya pengesahan APBN ini bersama-sama presiden dan DPR seperti dalam UU. Tentu presiden harus ada di sini saat penandatanganan RAPBN,” ujar Dadang, di Jakarta, Sabtu (24/10).

Pihaknya pun bakal membicarakan hal ini dengan pimpinan dewan dan presiden untuk mencari jalan keluar. “Yang jelas ini adalah pembahasan bersama, presiden harus berada di dalam negeri ketika APBN disahkan,” ujar Dadang.

Anggota Komisi X ini juga berpendapat pengesahan APBN lebih mendesak ketimbang kunker ke Amerika. Sebab ada batas waktu 30 November maksimal presiden sudah harus tandatangan semua Perpres APBN. Sehingga Desember nanti proses administrasi sudah berjalan dan 1 Januari semua bisa diimplementasikan.

Jika tahapan itu terganggu karena kuker Jokowi ke AS, Dadang khawatir berpengaruh ke pertumbuhan ekonomi Indonesia. “APBN 2015 terlambat karena perpres terlambat. Kalau terlambat lagi, terganjal karena perpres ini akan jadi problem kedua kali,” kata dia.

Menurut dia, jadi hal yang memalukan ketika pertumbuhan ekonomi lambat karena persoalan administrasi seperti ini.

Terkait kunjungan ke Amerika, Dadang menambahkan, tidak perlu langkah tawar-menawar kepada AS soal pinjaman atau investasi. Sebab menurut dia respon AS terhadap Indonesia sudah bagus. Sehingga tidak perlu Jokowi berulang-ulang ke sana karena tidak mendesak. “Lebih baik presiden berada di dalam negara untuk sahkan APBN,” tandas politisi Hanura ini.

Artikel ini ditulis oleh: