Ketua DPP PDI Perjuangan Andreas Pereira berbicara dialektika demokrasi dengan tema ‘Ancaman Baru Deparpolisasi’ di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (10/3/2016). Diskusi tersebut membahas terkait keputusan dari Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk memilih maju di Pilgub 2017 mendatang secara Independen karena ‘restu’ PDIP tak kunjung didapat. Deparpolisasi adalah gejala psikologis masyarakat yang menghilangkan kepercayaan terhadap partai politik, dan enggan untuk mengidentifikasikan diri pada partai politik tertentu. AKTUAL/JUNAIDI MAHBUB

Direktur Eksekutif Voxvol Center Research and Consulting ini juga berpendapat jika Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri justru sangat menghendaki anaknya yang juga Menteri Koordinator Pengembangan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Puan Maharani sebagai pendamping Jokowi nantinya.

“Karena ini momentum Puan. Megawati belum bisa terima nama Cak Imin dan Airlangga Hartato (sebagai Cawapres Jokowi),” ucap Pangi.

“Puan nampaknya jadi harga mati Megawati,” sambungnya.

Menurut Pangi, kalaupun nanti bukan dari PDIP, setidaknya sosok Cawapres yang mendampingi Jokowi adalah sosok yang tidak memiliki potensi untuk maju dalam Pilpres 2024.

Ia pun menyebut nama Jusuf Kalla (Kabinet Kerja) dan Boediono sebagai contoh figur yang menjabat Wakil Presiden hanya satu periode saja.

Ketika dikonfirmasi terkait PDIP, Cak Imin pun tak membantahnya. Meskipun tak menjawab secara pasti apakah PDIP menjadi penghalang dirinya untuk menjadi Cawapres Jokowi, tetapi Cak Imin juga tak membantahnya.

“Makanya saya (datang) ke semua partai (pendukung pemerintah) supaya menjadi bagian dari partai-partai ini,” jawabnya.

Sementara itu, Ketua DPP PDIP, Andreas Pereira menanggapi ucapan Cak Imin sebagai gertak sambal belaka. Menurutnya, keputusan tentang siapa yang akan menjadi pendamping Jokowi dalam Pilpres nanti akan tetap diputuskan oleh para petinggi partai koalisi selepas perhelatan Pilkada serentak 2018.

“Namanya juga politisi, asal ngomong kan biasa. 11 juta suara tentu kita perlukan tapi itu enggak jadi harga mati,” katanya ketika dihubungi Aktual, Rabu (8/5).

Meskipun dibantah, Andreas tetap menganggap ucapan Cak Imin sebagai alat untuk memiliki posisi tawar dalam koalisi pendukung Jokowi.

Cak Imin sendiri memang enggan menganggap ucapannya sebagai bargaining position belaka. Ia menilai, ucapannya tentang 11 juta suara merupakan fakta.

“Fakta untuk bargaining maksudnya,” ucap Andreas sembari tersenyum.

Ia pun menyatakan, pihaknya akan membicarakan hal ini dengan PKB ataupun dengan Cak Imin. PKB, jelasnya, masih dibutuhkan dalam koalisi pendukung Jokowi untuk memenangkan Pilpres nanti.

“Sekarang apakah memang harus cawapres? Kan masih banyak posisi lain. Itulah yang nanti kita diskusikan,” terangnya.

Andreas sendiri membantah tudingan yang menyebut PDIP sebagai pihak yang ingin menghalangi niatan Cak Imin menjadi Cawapres Jokowi. Menurutnya, Cak Imin bukan satu-satunya kandidat yang akan mendampingi Jokowi lantaran terdapat beberapa parpol yang juga menginginkan posisi itu.

Penentuan cawapres Jokowi, lanjut Andreas, akan dibicarakan bersama dengan berbagai pertimbangan, seperti elektoral, kompetensi dan kecocokan dengan Jokowi.

Ia sendiri tak membantah ketika ditanya tentang keinginan Megawati yang menjagokan Puan sebagai Cawapres.

Mba Puan itu punya hak yang sama untuk jadi kandidat Cawapres (Jokowi),” tegas Anggota Komisi I DPR ini.

Ia menambahkan, topik Cawapres ini masih terlalu prematur untuk dibicarakan saat ini. Sebab, saat ini pihaknya belum mengetahui siapa yang akan jadi lawan dari Jokowi dalam Pilpres nanti.

“Prabowo juga belum resmi jadi, masih prematur kalau bahas ini,” kata Andreas.

Bersambung ke halaman berikutnya

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Teuku Wildan