Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira (kiri) berbincang dengan Wasekjen PDI Perjuangan Ahmad Basarah (kanan) dalam konferensi pers mengenai persiapan HUT ke-44 PDI Perjuangan, di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Senin (9/1/2017). Peringatan ulang tahun partai berlambang banteng tersebut berlangsung pada Selasa (10/1/2017) yang mengambil tema 'PDIP Rumah Bangsa untuk Indonesia Raya'. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira mengakui, banyaknya calon kepala daerahnya yang berurusan dengan KPK menjadi alasan jebloknya kemenangan PDIP. Salah satunya adalah tertangkapnya Cagub NTT Marianus Sae.

“Kami tahu misalnya seperti kasus di NTT gitu, itu kan kalau calon tidak ditangkap mungkin situasinya akan berbeda dengan hanya sendiri ibu Emi (Emilia Nomleni) itu bertarung dan bisa mengalahkan Beni Harman yg ketua komisi III,” kata Andreas di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (28/6).

Menurut Andreas, mesin partai telah bekerja optimal untuk mendukung Emi. Pasalnya, Emi berhasil meraih sekitar 27% suara dan menempati posisi kedua, berbeda 3-4% dari pasangan Victor Laiskodat dan Josef Andrianus Nae Soi.

Lebih lanjut, ia pun mengkambing hitamkan OTT KPK atas kekalahan beberapa kader PDIP yang tengah berjuang di Pilkada.

Dia mengklaim, banyak masyarakat yang menanyakan beberapa kader PDIP itu yang tersangkut perkara di KPK.

“Saya kira masyarakat melihat seperti itu. Karena kami di sana tidak bisa kampanye di mana-mana karena orang hanya bertanya kenapa orang ini ditangkap,” sebutnya.

“Orang hanya bertanya tentang apakah OTT ini murni persoalan hukum? Ini pertanyaan yg menjadi isu utama pilkada di NTT kemarin. Apa benar Marhaenusa itu karena persoalan hukum gitu?,” papar Anggota Komisi 1 DPR ini.

Sebagaimana diketahui, calon Gubernur Sulawesi Tenggara yang diusung PDIP, Asrun terjaring OTT bersama anaknya yang juga Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra, pada 28 Februari 2018 lalu.

Lembaga antirasuah juga telah menetapkan Asrun dan Adriatma sebagai tersangka suap pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kota Kendari tahun 2017-2018.

Asrun kalah karena hanya mendapat suara sebesar 32,87 persen. Dia kalah dari pasangan Ali Mazi-Lukman Abunawas, lawan politiknya yang mendapat perolehan suara 49,19 persen.

Sedangkan calon Gubernur Nusa Tenggara Timur yang diusung PDIP, Marianus Sae ditangkap KPK pada 11 Februari 2018. Bupati Ngada dua periode itu diduga menerima suap senilai Rp 4,1 miliar dari Direktur PT Sinar 99 Permai, Wilhelmus Iwan Ulumbu.

KPK juga telah menetapkan Marianus Sae sebagai tersangka penerima suap sejumlah proyek di Kabupaten Ngada. Selain Marianus Sae, KPK juga menetapkan Wilhelmus sebagai tersangka pemberi suap.

Calon dengan nomor urut 2 ini kalah karena hanya mendapatkan persentase suara sebesar 24,17 persen. Marianus kalah dari pasangan nomor urut 4, Victor Bungtilu Laiskodat dan Josef Adreanus Nae Soi dengan persentase suara sebesar 40,90 persen.

Artikel ini ditulis oleh: