Sri Mulyani

Jakarta, Aktual.com – Ketua bidang Perekonomian DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hendrawan Supratikno menolak keinginan Menteri Keuangan, Sri Mulyani untuk melakukan pungutan kepada layanan dasar publik melalui revisi Undang-UndangĀ  Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Menurut pria yang juga merupakan anggota DPR Komisi XI itu, memang revisi UU PNBP perlu dilakukan, tetapi bukan dimaksudkan untuk memungut pada sektor layanan dasar sebagaimana draf yang diajukan Menteri Sri Mulyani.

Revisi itu tegas Hendrawan harus didorong untuk memaksimalkan penerimaan dari eksploitasi sumber daya alam dan meminimalisir kebocoran penerimaan negara.

“Revisi Undang-Undang ini dalam rangka memaksimalkan PNBP dan mengurangi kebocoran. Karena di negara-negara lain PNBP itu kurang lebih 30 hingga 40 persen dari total penerimaan negara. Kalau Indonesia tidak sampai segitu, masih sekitar 20 persen, makanya harus ditingkatkan,” kata dia di Jakarta kepada Aktual.com, Sabtu (11/11).

“Tapi peningkatanya tanpa harus membebani masyralat luas. Pungutan kepada sektor masyarakat luas itu harus kita hindari. Jadi harus dibedakan layanan pokok kepada masyarakat, bila perlu dibebaskan dari PNBP. Dan layanan yang sipatnya tidak pokok ini harus dibedakan. Jadi revisi ini diarahkan kepada sektor sumber daya alam jangan sampai bocor,” tegas dia.

Sehubung masa kerja DPR sudah memasuki akhir tahun, sehingga dia memperkirakan UU ini baru akan rampun pada masa sidang ke III.

Untuk diketahui, berdasarkan draf revisi UU PNBP yang diajukan Sri Mulyani, tercantum sasarannya pada layanan dasar publik diantaranya bidang kesehatan, pendidikan bahkan bidang agama dalam hal nikah, cerai, dan rujuk akan dikenakan PNBP.

 

Pewarta : Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs