Jakarta, Aktual.com – Pemerintah resmi mengeluarkan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 pada Senin (10/7). Perppu itu tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).

Dengan penerbitan Perppu ini, maka secara otomatis UU Ormas tidak akan berlaku lagi. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto, menyatakan bahwa Perppu ini diterbitkan karena UU Ormas dipandang pemerintah sudah tidak memadai lagi untuk menjadi landasan hukum yang mengatur ormas.

Perppu ini sendiri mengubah lima pasal dalam UU Ormas, yaitu Pasal 1, Pasal 59, Pasal 60, Pasal 61 dan Pasal 62. Selain itu, Perppu tersebut juga menghapus setidaknya 19 pasal serta menyisipkan 3 pasal baru dan sebuah bab yang terdapat dalam UU Ormas tersebut.

Dari lima Pasal yang diubah tersebut, terdapat dua poin penting yang harus diperhatikan, yaitu mengenai ketentuan yang tidak boleh dilakukan oleh ormas dan sanksi bagi ormas yang melanggar ketentuan.

Untuk masalah hal-hal yang dilarang dilakukan oleh Ormas, ketentuan dalam Perppu diatur dalam Pasal 59. Berikut isi Pasal 59 Dalam Perppu nomor 2 Tahun 2017 tersebut:

Pasal 59

(1) Ormas dilarang:
a. menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama dengan narna, lambang, bendera, atau atribut lembaga pemerintahan;
b, menggunalan dengan tanpa izin nama, lambang, bendera negara lain atau lembaga/ badan internasional menjadi narna, lambang, atau bendera Ormas; dan/atau
c. menggunakan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar Ormas lain atau partai politik.

(2) Ormas dilarang:
a. menerima dari atau memberikan kepada pihak manapun sumbangan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan / atau
b. mengumpulkan dana untuk partai politik.

(3) Ormas dilarang:
a. melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan : melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia;
b. melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; dan/atau
c. melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Ormas dilarang:
a. menggunakan}an nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang;
b. melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau
c. menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.

Sedangkan mengenai sanksi, terdapat dua pasal yang mengatur mengenai hal tersebut, yaitu Pasal 61 dan Pasal 62. Perubahan yang paling krusial adalah adanya kewenangan Menkumham untuk mencabut izin suatu ormas yang dianggap melanggar ketentuan yang berlaku. Sebelumnya, dalam UU Ormas disebutkan bahwa Menkumham harus mendapat pertimbangan hukum apabila ingin membubarkan sebuah ormas.

Berikut isi pasal 61 dan 62 Perppu No 2/2017

Pasal 61

(1) Sanksi administratif sebegaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) terdiri atas:
a. peringatantertulis;
b. penghentian kegiatan; dan/atau
c. pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.

(2) Terhadap Ormas yang didirikan oleh warga negara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2)
selain dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b juga dikenakan sanksi keimigrasian sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) berupa:
a. pencabutan surat keterangan terdaftar oleh Menteri; atau
b. pencabutan status badan hukum oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.

(4) Dalam melakukan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia dapat meminta pertimbangan dari instansi terkait.

Pasal 62

(1) Peringatan tertulis sebagaimala dimaksud dalam Pasal 61 ayat (l) huruf a diberikan hanya 1 (satu) kali dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak
tanggal diterbitkan peringatan.

(2) Dalam hal Ormas tidak mematuhi peringatan tertulis dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan kewenangannya menjatuhkan sanksi penghentian kegiatan.

(3) Dalam hal Ormas tidak memahrhi sanksi penghentian kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (21, Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan kewenangannya melakukan pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.

 

Laporan Teuku Wildan

Artikel ini ditulis oleh: