Seorang pria memerhatikan pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (19/5). Merespons pengumuman naiknya peringkat kredit Indonesia menjadi "investment grade" oleh lembaga pemeringkat S&P Global Ratings, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil mencatat rekor tertinggi sepanjang sejarah setelah ditutup menguat menguat 174,79 poin atau 3,09 persen ke level 5.820. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww/17.

Jakarta, Aktual.com – Masih minimnya perusahaan domestik yang melakukan penawaran saham perdana (IPO/initial public offering) di Bursa Efek Indonesia (BEI) memang terkendala karena perekonomian nasional yang masih terimbas pelemahan ekonomi global.

Untuk itu, pihak BEI berharap, perusahaan asing yang berkantor di sini dan memanfaatkan pasar Indonesia harus banyak melakukan IPO. Namun demikian, hal itu masih terkendala aturan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Salah satunya terkait aturan skema Sertifikat Penitipan Efek Indonesia (SPEI) atau bisa disebut juga dengan Indonesia Depository Receipt (IDR).

“Ini masih ada mekanisme pajak dan kustodinya. Jadi saham dititipin ke kustodi dibuatkan IDR seperti bukti kepemilikan. Jadi mekanismenya mereka lebih suka pencatatan secara langsung ke OJK, ya secara normal,” tutur Direktur Penilaian Perusahaan BEI Samsul Hidayat, di Jakarta, Kamis (22/6).

Padahal, dengan adanya perusahaan asing yang melantai di BEI, masyarakat Indonesia tak hanya menjadi pasar mereka, tapi juga bisa memiliki sahamnya. Apalagi kemudian, hal itu pun bisa mendorong kepercayaan diri pelaku pasar terhadai pasar modal Indonesia.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby