Gas Elpiji 3Kg hanya untuk warga ekonomi rendah. (ilustrasi/aktual.com)
Gas Elpiji 3Kg hanya untuk warga ekonomi rendah. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Berly Martawardaya menyebut kebijakan pencabutan subsidi harus hati-hati karena mempunyai implikasi panjang. Selain ke inflasi, juga berdampak ke penurunan daya beli.

Pernyataan Berly ini terkait dengan keinginan pemerintah untuk
melakukan pencabutan subsidi LPG 3 kg. Kebijakan ini melanjutkan pencabutan subsidi listrik yang sebelumnya dilakukan pemerintah. Hal ini dilakukan karena pemerintah sendiri kekurangan penerimaan negara.

“Jadi, subsidi itu perlu dan prinsipnya tak bisa dihilangkan 100 persen. Yang penting subsidi itu harus tepat sasaran. Dan kalau perlu subsidi itu ke orang langsung, agar bisa mengatasi kemiskinan,” ujar dia, di Jakarta, ditulis Rabu (12/7).

Dia menegaskan, substansi subsidi itu penting. Meski begitu, dia sendiri sebenarnya lebih sepakat subsidi itu bentuk langsung ke orang miskin, dibanding subsidi ke komoditas.

“Tapi kalau efektif untuk komoditasnya juga tak masalah. Karena yang miskin itu harus dapat subsidi. Makanya, pemerintah sendiri harus memiliki data yang benar. Jangan sampai salah. Berdasar data TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan),” ujar dia.

Terkait dengan kebijakan pencabutan subsidi LPG, pemerintah diminta mengkajinya terlebih dahulu. Terutama implikasi ke depannya.

“Memang harus dikontrol (subsidi LPG). Karena jangan sampai bisnis restoran malah menikmati subsidi gas LPG ini. Kalau yang menikmati UKM sih ga masalah. Makanya implentasinya harus dipantau secara baik. Tak perlu subsidinya dicabut,” kata dia.

Untuk itu, kata dia, agar subsidi tepat sasaran, pemerintah diminta menyempurnakan data kemiskinan itu. Karena data base di lapangan harus jelas. Sehingga subsidi itu tepat sasaran dan tidak membuat anggaran (APBN) jebol.

Meski begitu, kata dia, kendati banyak pencabutan subsidi tak membuat anggaran lebih sehat. Karena utang di APBN tetap banyak, masih ada ruang untuk utang.

“Jangan subsidi dicabut tapi malah anggaran diboroskan buat pos yang tak jelas. Sehingga anggaran tak sehat. Kalau begitu mending ada subsidi,” ujar dia.

Sebelumnya, Dirjen Anggaran Askolani mengakui, pihak Kementerian Keuangan perlu mengerek alokasi anggaran subsidi listrik yang telah ditetapkan di dalam pagu APBN Perubahan 2017 naik sebesar Rp7 triliun menjadi di angka sekitar Rp52,130 triliun.

Namun subsidi energi lainnya, seperti subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan gas elpiji seberat tiga kilogram belum dipastikan lagi akan ditambah atau dikurangi.

“BBM nanti dicek ulang. LPG juga lihat situasi dan kondisi. Nanti lagi dicek ulang,” imbuh Askolani.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan