Petani memilah gabah hasil panen di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, Selasa(14/11/2017). Sebagai upaya mengantisipasi paceklik, Kementerian Pertanian menargetkan panen padi pada musim ketiga yakni mulai Oktober hingga Desember 2017 mencapai 1 juta ha per bulan dengan beras yang dihasilkan mencapai 3 juta ton per bulan. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Banyak yang mengkritisi rencana impor beras 500 ribu ton yang akan didatangkan akhir bulan ini sebagai kebijakan yang tidak pro petani.

Menurut ekonom INDEF, Bhima Adhinegara Yudhistara, kebijakan ini sangat tidak tepat dan tidak perlu, apalagi kebijakan ini hanya menjauhkan nasib petani dari kesejahteraannya.Kran impor beras ini terjadi justru membuktikan data pemerintah soal surplus beras selama ini tidak kredibel.

“Mestinya sebelum melakukan impor beras, pemerintah juga perlu melihat nilai tukar petani dalam satu tahun terakhir. Dan bisa dikatakan stagnan. Karena masih berada di kisaran 101-103,” jelas Bhima di Jakarta, Rabu (17/1).

Dia menegaskan, upah buruh tani riil juga terus turun, apalagi kemudian laju inflasi lebih tinggi dari kenaikan pendapatan yang diterima buruh tani. “Jadi, indikator kesejahteraan petani sudah memburuk. Apalagi nanti akan dibanjiri oleh beras impor,” jelasnya.

Dia menegaskan, adanya impor beras ini juga menunjukkan adanya miskoordinasidi internal Pemerintah antara Menteri Pertanian dan Bulog. Ditambah lagi gejala kenaikan harga beras sudah lama terlihat sejak bulan November.

“Tapi faktanya dengan minimnya persiapan itu sangat kurang. Karena efeknya, kalau impor beras jelas akan merugikan petani,” tandas dia lagi.

“Mana ada petani yang mau tanam padi. Harga gabah dalam 3 bulan ke depan pasti jatuh saat panen,” cetus Bhima.

Padahal, kata dia, pada Maret nanti produksi beras diprediksi Kementan mencapai puncak. Pada Maret 2018 produksi padi diprediksi berada di posisi 11,9 juta ton gabah kering giling (GKG). Sementara ketersediaan beras sebanyak 7,47 juta ton dan konsumsi 2,5 juta ton. Sehingga bisa dikatakan akan ada surplus sebesar 4,971 ton.

Dari jumlah itu sambung Bhima, terdiri dari lahan panen di Jawa Barat seluas 222.186 ha, Jawa Tengah 335.723 ha, Jawa Timur 237.626 ha dan provinsi lain 842.856 ha dengan total luas wilayah panen mencapai 1.638.391 ha.

Busthomi

Artikel ini ditulis oleh: