Presiden dan CEO Freeport-McMoRan, Richard C. Adkerson - Freeport-McMoRan secara tegas menolak perubahan status anak usahanya PT Freeport Indonesia dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Indonesia for Global Justice (IGJ) mewaspadai sikap PT Freeport Indonesia yang akan menggugat pemerintah Indonesia ke lembaga Arbitrase internasional. Untuk itu, pemerintah tak perlu menghiraukan gugatan itu.

Pemerintah tetap harus konsisten dalam mengimplementasikan amanat Undang-undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara. Apalagi mengacu pada pengalaman Newmont yang pernah melakukan gugatan, pemerintah kala itu justru dikalahkan.

“Kami menilai upaya hukum yang akan dilakukan oleh Freeport terhadap Pemerintah Indonesia sebagai bentuk strategi kuno dan niat busuk yang dipakai untuk meningkatkan posisi tawarnya,” ujar Direktur Eksekutif IGJ, Rachmi Hertanti, dalam keterangan resmi yang diterima, Selasa (21/2).

Rachmi minta pemerintah belajar dari pengalaman gugatan Newmont pada 2014 lalu. Hal itu mestinya jangan terulang lagi. Saat itu, langkah Newmont menggugat Pemerintah Indonesia ke ICSID untuk meningkatkan posisi tawarnya.

“Dan terbukti, setelah Newmont mencabut gugatannya pada 25 Agustus 2014, kemudian Pemerintah Indonesia mengeluarkan izin ekspor untuk Newmont terhitung sejak 18 September 2014 hingga 18 Maret 2015,” terang Rachmi.

Menurutnya, gugatan Freeport nantinya hanya akan menambah daftar panjang pengalaman Indonesia atas gugatan Investor terhadap Negara atau yang dikenal dengan istilah Investor-State Dispute Settlement (ISDS).

Berdasarkan Kontrak Karya (KK), mekanisme penyelesaian sengketa yang dipilih adalah melalui UNCITRAL (United Nations Commission on International Trade Law). Sejauh ini, 60% dari gugatan ISDS terhadap Indonesia ada di sektor tambang.

Indonesia, kata dia, adalah satu-satunya negara di kawasan ASEAN yang konsisten menolak ISDS. Penolakan ini didasari atas dampak ISDS terhadap hilangnya ruang kebijakan (policy space) negara.

Apalagi, ‘chilling effect’ yang ada pada mekanisme ISDS secara tidak langsung telah menjadi alat oleh korporasi multinasional untuk memberikan kekebalan hukum atas pelanggaran terhadap undang-undang dan peraturan nasional. Pemerintah Indonesia harus konsisten dengan posisinya menolak ISDS, khususnya dalam kasus Freeport.

“Ini bukan soal Pemerintah Indonesia wanprestasi atas pelaksanaan isi KK. Tetapi, memang Freeport enggan menjalankan UU Minerba dan menggunakan mekanisme ISDS untuk menghindar dari kewajibannya. Untuk itu, Pemerintah jangan mau tunduk pada gugatan Freeport dan terus paksa Freeport untuk tunduk pada aturan UU Minerba,” tandas Rachmi.

Sebagaimana diketahui, dengan berlakunya UU Minerba, maka seluruh bentuk KK dan Perjanjian Karya harus segera diubah menjadi IUP atau IUPK setelah habis masa waktunya dan melakukan penyesuaian isi perjanjian atau kontrak dengan ketentuan UU Minerba paling lambat 1 tahun setelah UU Minerba berlaku.

(Reporter: Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka