Jakarta, Aktual.com – Imam Besar Masjid Istiqlal Prof KH Nasaruddin Umar, mengajak umat Islam Indonesia menjadikan Idul Fitri sebagai momentum untuk membersihkan diri dari pengaruh paham radikalisme-terorisme dan kembali ke Islam yang rahmatan lil alamin.

“Dengan Idul Fitri ini kita tingkatkan rasa cinta Tanah Air dan bangsa demi keutuhan NKRI,” ujar Nasaruddin sebagaimana dikutip dalam siaran persnya di Jakarta, Selasa (20/6).

Ia menilai, bangsa Indonesia sedang menghadapi berbagai ujian saat ini. Karena itu, bangsa Indonesia harus memiliki pertahanan kuat dalam menghadapi serangan-serangan dari luar, bukan malah saling menjatuhkan.

“Kondisi itulah yang mengharuskan semuanya harus introspeksi mulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan, dan sebagainya,” kata Nasaruddin.

Menurut dia, untuk mewujudkan Indonesia yang bersih dari radikalisme dan terorisme adalah dengan memperkuat pemahaman dan penerapan nilai-nilai Islam dan Pancasila. Ia optimistis bila Islam dan Pancasila semakin mengakar kuat maka Indonesia akan kokoh dari berbagai macam gangguan.

“Idul Fitri itu saling memaafkan dan menjalin silaturahim. Jadi, ini momentum untuk mengejawantahkan nilai dari Islam dan Pancasila itu sendiri,” imbuh Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta ini.

Ia menilai Islam dan Pancasila kompatibel. Islam adalah ajaran universal, sedangkan Pancasila adalah kearifan lokal. Islam tidak mengatur A-Z, tetapi Islam mengatur dasarnya, sedangkan aksesoris dan keindahannya diserahkan kepada kearifan lokal, yaitu Pancasila sebagai ideologi bangsa.

“Islam dan Pancasila seperti mata uang yang memiliki sisi yang berbeda, keduanya berfungsi. Apabila salah satu sisinya hilang maka uang tersebut tidak dapat dipergunakan. Jadi sisi tersebut bisa saling melengkapi dan menyempurnakan,” terang mantan wakil menteri Agama RI ini.

Salah satu hasil kerja sama Islam dan Pancasila itu adalah toleransi. Nasaruddin memaparkan bahwa toleransi itu membutuhkan kelapangan dada dalam memahami perbedaan, dan itu harus dimulai dari individu masing-masing.

“Untuk membuat orang lain baik kita harus memulai dari diri kita dulu. Ibarat guru tidak akan bisa memintarkan anak didiknya apabila dirinya sendiri belum menjadi manusia yang pintar,” kata Nasaruddin.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: