Jakarta, Aktual.com — Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono menyatakan keputusan Komisi Informasi Publik (KIP) tentang keterbukaan informasi terkait grasi terpidana mati harusnya menjadi dasar bagi pemerintah untuk membuka akses informasi terkait rencana eksekusi mati.

Bukan sebaliknya, pemerintah enggan membuka akses kepada publik, bahkan diduga sengaja menutupinya terhadap grasi terpidana mati.

KIP, diungkapkan Supriyadi, memutuskan sengketa informasi terkait Keppres mengenai Permohonan Grasi terpidana mati adalah dokumen yang terbuka bagi publik. Putusan No. 58/XII/KIP-PS-A-M-A/2015 itu dikeluarkan pada 11 Mei 2016 lalu.

Putusan itu mementahkan dalil Kementerian Sekretariat Negara RI (Kemensetneg) yang menyatakan bahwa Keppres Grasi merupakan dokumen yang dikecualikan dari keterbukaan informasi berdasarkan Peraturan Menteri Sekretaris Negara No.2 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Klasifikasi Keamanan dan Arsip Kemensetneg.

“ICJR menyambut keputusan ini sebagai langkah maju bagi keterbukaan informasi terkait proses eksekusi mati di Indonesia yang selama ini sangat sulit memperoleh dokumen-dokumen resmi termasuk mengenai penolakan atau diterimanya Grasi bagi terpidana mati di Indonesia,” kata Supriyadi dalam keterangan tertulis yang diterima Senin (24/5).

“Keputusan KIP tentang keterbukaan Informasi terkait Grasi terpidana mati ini harusnya menjadi dasar bagi Pemerintah untuk membuka akses informasi terkait rencana eksekusi mati, bukan malah sengaja menutupinya,” sambungnya.

ICJR mengkritik kebijakan pemerintah yang secara sengaja menutup-nutupi informasi ke publik mengenai rencana eksekusi terpidana mati tahap III selama pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla.

Jauh sebelum itu, ICJR disampaikan Supriyadi pada 1 September 2015 telah mengirimkan permintaan informasi kepada Presiden untuk meminta informasi mengenai Keppres Grasi tersebut. Permintaan ditolak oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di Kemensetneg.

Alasannya informasi tersebut merupakan yang dikecualikan, yang apabila dibuka dapat mengungkap akta otentik yang bersifat pribadi seseorang sebagaimana tercantum dalam Pasal 17 huruf g UU No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

ICJR kembali melayangkan keberatan terhadap jawaban tersebut pada 1 Oktober 2015. Menurut ICJR, Pasal 97 dan Pasal 100 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Lebih lanjut, suatu Keppres bukan merupakan suatu ‘akta otentik yang bersifat pribadi seseorang’. Kebijakan Kemensetneg yang mengkualifikasikan salinan dokumen Keputusan Presiden tentang Grasi Terpidana Mati sebagai akta otentik tidak jelas dasar hukumnya.

Gugatan ICJR dilayangkan ke KIP karena publik di Indonesia tidak dapat mengakses dokumen penolakan/diterimanya grasi tersebut. Padahal keterbukaan atas syarat dan prosedur maupun pertimbangan pemberian Grasi merupakan bentuk akuntabilitas suatu Badan Publik berdasarkan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB).

Kemensetneg selaku Badan Publik yang berada dalam unsur eksekutif dibawah Presiden berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, sudah sepatutnya dapat membuka dan mempublikasikan setiap Keppres Grasi terhadap terpidana mati kepada masyarakat Indonesia, yang justru tidak dilakukan oleh Kemensetneg.

Pada 15 Februari 2016, ICJR akhirnya secara resmi bersidang di KIP. ICJR melakukan sidang perdana gugatan keterbukaan informasi publik melawan Kementerian Sekretariat Negara (Mensetneg). Sidang ini adalah ujung dari tidak ditanggapinya surat ICJR kepada Mensetneg terkait permohonan informasi publik mengenai Permintaan Keputusan Presiden (Keppres) tentang Grasi yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo.

ICJR menilai bahwa Keppres Grasi ini dibutuhkan sebagai bahan kajian untuk melihat bagaimana proses Pemerintah dalam hal ini Presiden menolak atau menerima suatu permohonan Grasi. Kajian ini nantinya akan menunjukkan apakah Presiden melakukan pertimbangan mendalam terkait kebijakan mengeluarkan Keppres Grasi atau tidak.

Artikel ini ditulis oleh: