Jakarta, Aktual.com – Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) harus menjadi momentum bagi DPR dan Pemerintah untuk mengevaluasi kinerjanya.

Direktur Eksekutif ICJR Supriyadi Widodo Eddyono, mengatakan pemerintah mengklaim telah berhasil membuat 424 Pusat Pelayanan Terpadu dan 16 Rumah Aman untuk penanganan korban kekerasan.

Namun, tidak pernah tersedia laporan utuh mengenai kinerja ke-424 Pusat Pelayanan Terpadu tersebut.

“Bahkan hanya segelitir Pusat Pelayanan Terpadu yang memberikan informasi mengenai lembaganya, tentu hal ini perlu dipertanyakan, apakah benar lembaga-lembaga tersebut bekerja memberikan layanannya kepada korban kekerasan kekerasan seksual,” kata Supriyadi dalam siaran persnya di Jakarta, ditulis Minggu (11/6).

Berdasarkan Catatan Tahunan 2017 Komnas Perempuan, partisipasi lembaga pemerintah dalam pengumpulan kompilasi data pengadaan layanan bagi korban memang terbilang rendah.

Dalam Laporan Kinerja KPP dan PA 2015 pun dinyatakan bahwa dari 34 provinsi yang telah memiliki Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), hanya dua provinsi yakni DKI Jakarta dan Banten yang memiliki saran pendukung layanan korban yang memadai.

Sehingga, proses pembahasan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual ini adalah waktu yang tepat untuk DPR dan Pemerintah sama-sama bekerja keras untuk meningkatkan layanan korban jadi komprehensif.

“Suatu langkah yang tepat bagi Presiden Jokowi dalam surat presidennya yang memerintahkan beberapa lembaga terkait untuk hadir dalam pembahasan rancangan undang-undang ini, karena koordinasi antara lembaga pemerintah mutlak dibutuhkan dalam pembahasan RUU ini,” kata dia.

Selain persoalan layanan korban, ICJR juga mendorong perhatian yang cukup besar dalam pembahasan mengenai aspek kriminalisasi perbuatan dan pemidanaan.

Karena ada beberapa tindak pidana terkait kekerasan seksual yang telah diatur dalam UU khusus lainnya.

Juga, sebisa mungkin pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual harus berupaya mengevaluasi dan memperbaiki perumusan tindak pidana yang ada agar dengan rumusan yang komprehensif dan logis dari aspek hukum pidana, pemidanaan serta hukum acara pidana.

“Hal ini lainnya adalah pemeriksaan ulang dan mengharmonisasi ketentuan yang sudah ada secara komprehensif dan memastikan bahwa aspek ancaman tindak pidana, penuntutan dan pemidanaan dapat dilaksanakan secara lebih baik ketika UU ini disahkan,” ucap dia.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: