Ketulusan welas asih yang ditunjukkan para relawan dan pemimpin mulia bak tetes hujan di tengah terik kehidupan publik yang ditandai oleh perlombaan korupsi, menimbun harta, mementingkan diri, saling membohongi dan mengkhianati, serta mengembangkan kebencian dan permusuhan terhadap yang beda.

Dalam impitan kesulitan yang melilit kehidupan rakyat, para pemuka bangsa dituntut mawas diri. Dalam terang mawas diri akan tampak bahwa kesulitan warga meraih kebahagiaan hidup disebabkan tabiat elit negeri yang tertawan di kebahagiaan rendah karena rangkaian panjang keinginan yang tak pernah berakhir.

Sa’di berkisah, ”Seorang raja yang rakus bertanya kepada seseorang yang taat tentang jenis ibadah apa yang paling baik. Dia menjawab, ’Untuk Anda, yang paling baik adalah tidur setengah hari sehingga tidak merugikan atau melukai rakyat meski untuk sesaat’.”

Adalah tugas para pemimpin untuk menciptakan surga di dunia dengan memulihkan kebahagiaan rakyatnya. Dunia dapat menjadi surga ketika kita saling mencintai, mengasihi, melayani, serta saling menjadi sarana bagi pertumbuhan batin dan keselamatan. Dunia juga bisa menjadi neraka jika kita hidup dalam rongrongan rasa sakit, pengkhianatan, kehilangan cinta, dan miskin perhatian.

Thich Nhat Hanh, dalam The Miracle of Mindfulness, mengisahkan seorang raja yang selalu ingin membuat keputusan yang benar. Raja itu mengajukan pertanyaan kepada seorang biksu. ”Kapan waktu terbaik mengerjakan sesuatu? Siapa orang paling penting untuk bisa bekerja sama? Apakah perbuatan terpenting untuk dilakukan sepanjang waktu?”
Biksu itu pun menjawab, ”Waktu terbaik adalah sekarang, orang terpenting adalah orang terdekat, dan perbuatan terpenting sepanjang waktu adalah memberikan kebahagiaan bagi orang sekelilingmu.”

Penghormatan besar publik dunia kepada Mahatma Gandhi, Martin Luther King Jr, Nelson Mandela, Dalai Lama, dan Abdurrahman Wahid mengisyaratkan bangsa manusia merindukan bentuk kepemimpinan yang lebih berprinsip dan penuh welas asih.
Dalam hal ini, Bung Hatta berpesan kepada para pemimpin kita. ”Indonesia, luas tanahnya, besar daerahnya, dan tersebar letaknya. Pemerintahan negara yang semacam itu hanya dapat diselenggarakan oleh mereka yang mempunyai tanggung jawab yang sebesar-besarnya dan mempunyai pandangan yang amat luas. Rasa tanggung jawab itu akan hidup dalam dada kita jika kita sanggup hidup dengan memikirkan lebih dahulu kepentingan masyarakat, keselamatan nusa, dan kehormatan bangsa. Untuk mendapat rasa tanggung jawab yang sebesar-besarnya, kita harus mendidik diri kita dengan rasa cinta akan kebenaran dan keadilan yang abadi. Hati kita harus penuh dengan cita-cita besar, lebih besar dan lebih lama umurnya daripada kita sendiri.”

(Yudi Latif, Makrifat Pagi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka