Chief Executive Officer HSBC limited, Stuart Gulliver

Yogyakarta, Aktual.com – Hongkong and Shanghai Corporation (HSBC) limited, menegaskan pihaknya menghentikan kerjasama pembiayaan perbankan terhadap enam perusahaan pelaku deforestasi atau perusakan lahan gambut di Indonesia.

Hal itu disampaikan Chief Executive Officer HSBC limited, Stuart Gulliver melalui laman resmi grup perbankan terbesar dunia itu, Selasa (21/2).

“HSBC tidak akan menyetujui fasilitas pembiayaan baru kepada pelanggan yang belum membuat komitmen yang sesuai,” kata Stuart.

HSBC menegaskan sikapnya untuk komit dengan kebijakan NDPE atau No Deforestation, No Peat and No Exploitation. Termasuk membuka keterlibatan lembaga lingkungan seperti Greenpeace dalam mendukung HSBC menuju standar yang lebih baik. “Ini adalah apa yang kita lakukan,” tegasnya.

Kebijakan yang diambil diharapkan mampu mengakhiri peran mereka dalam pembiayaan perusahaan kelapa sawit yang merusak. Pihaknya mengaku terbuka terhadap saran dan masukan demi pengetatan kebijakan HSBC kedepan sebagai perubahan harapan masyarakat maupun pengembangan standar baru.

Klien HSBC terkait pun dituntut mengidentifikasi dan melindungi hutan dan gambut di perkebunan baru sebelum memulai pembangunan baru, selain itu, memberi verifikasi independen soal NDPE hingga 31 Desember 2018.

“Kami telah dengan senang hati membicarakan permintaan Greenpeace agar HSBC menggabungkan standar baru pada sektor minyak kelapa sawit untuk melindungi stok karbon tinggi (HCS) hutan dan gambut,” ucapnya.

HSBC menyadari bahwa sektor keuangan mampu memainkan peranan lebih besar dan bahwa pelaku pasar yang lebih luas mulai petani, perusahaan, LSM, konsumen hingga bank, dapat saling bekerja sama mempromosikan sektor minyak kelapa sawit yang berkelanjutan.

Karenanya, HSBC memutuskan bergabung bersama BEI (Banking Environment Initiative) yang berada dibawah Cambridge Institute for Sustainability Leadership, juga akan bergabung dengan Tropical Forest Alliance yang diselenggarakan World Economic Forum.

“Untuk mengurangi penggundulan hutan tropis, meningkatkan mata pencaharian petani kecil, melestarikan habitat alami dan melindungi hutan tropis,” kata dia.

Menanggapi hal itu, juru Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara, Annisa Rahmawati, mengapresiasi keputusan HSBC ini setelah pihaknya melancarkan kampanye protes dalam beberapa minggu terakhir.

“Sebuah terobosan besar untuk perlindungan hutan Indonesia baru saja terjadi, HSBC berkomitmen memutus ikatan keterkaitan mereka dengan kerusakan hutan dan lahan gambut, hal yang belum ada dalam kebijakan mereka sebelumnya,” ujar Annisa.

Langkah selanjutnya kata Annisa adalah mendesak klien HSBC terkait untuk segera mengumumkan kebijakan perlindungan hutan mereka pada akhir Juni 2017.

Keputusan HSBC terjadi karena tekanan luar biasa yang ditujukan ke HSBC. Lebih dari 200 ribu orang di seluruh dunia termasuk Indonesia, kata Annisa, ikut menandatangani petisi yang diantar langsung ke kantor pusat bank tersebut di Jakarta dan Kuala Lumpur.

“Ribuan orang juga menulis email langsung kepada CEO HSBC dan relawan Greenpeace juga melakukan kampanye di kantor-kantor HSBC di Australia, Perancis dan Inggris,” kata Annisa.

Sebelumnya, Greenpeace mengungkap bahwa sejak 2012 HSBC telah mendanai enam perusahaan pelaku deforestasi dengan kucuran dana mencapai Rp 214 triliun dan Rp 26 triliun dalam bentuk obligasi, masing-masing Bumitama Agri Ltd, Godhope Asia Holding Ltd, IOI Group, Noble Group, Posco Daewoo Corporation dan Salim Group/Indofood.

Pewarta : Nelson Nafis

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs