Analis Ekonom INDEF Bhima Yudhistira, saat diskusi Aktual Forum dengan tema Nasib Perusahaan "Plat Merah" Di Bawah Kebijakan Rini Soemarno di Jakarta, Minggu (13/5/18). Perusahaan BUMN seharusnya bisa menjadi pengerak ekonomi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Seperti China, dulu BUMN motornya bibarengi swasta, tapi Indonesia terbalik, dengan segala kelebihan yg terjadi, BUMN kita malah jadi faktor yang memperlambat ekonomi, karena jadi alat kekuasaan dan pengelolaannya tidak professional. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktul.com – Ekonom asal Institute Development of Economics and Finance (INDEF), Bima Yudhistira menyatakan, kebijakan pemerintah terkait holding BUMN telah membuat banyak perusahaan pelat merah kehilangan arah.

Hal ini diungkapkannya dalam diskusi Aktual Forum yang bertajuk “Nasib Perusahaan Pelat Merah di Bawah Kebijakan Rini Soemarno” di Jakarta, Minggu (13/5).

“Kalau mau jujur, banyak anak usaha BUMN ini bingung, bisnis kita mau ke arah mana,” kata Bima.

Adanya holding, lanjutnya, berakibat adanya kekacauan kinerja dan berbagai macam persoalan lainnyanya dalam internal tubuh BUMN lantaran adanya perubahan manajemen, cara kerja serta visi dan misi perusahaan.

“Kemudian apa pentingnya Pertamina dikawin paksakan denga PGN? Ini kan dua perusahaan yang berbeda,” bebernya.

Akibat adanya holding BUMN, jelasnya, Pertamina harus menanggung kerugian yang ditimbulkan oleh PGN.

Terlebih, muncul kabar bahwa PT PGN telah menimbulkan potensi kerugian bagi negara sebesar 1,6 miliar dolar AS pada beberapa waktu lalu, akibat

“Pertamina juga harus menanggung mekanisme BBM satu harga,” tambah Bima.

Di tengah beban Pertamina dalam menanggung BBM satu harga, masyarakat pun disebutnya panik akibat adanya kelangkaan BBM jenis premium pada beberapa waktu lalu.

“Enggak usah panik, karena itu merupakan grand design dari kementerian BUMN agar Pertamina menanggung ini semua,” jelasnya dengan santai.

“Sekarang aja banyak aktivis di Istana, jadi komisaris sana sini, jadi gak banyak yang bunyi,” tutupnya.

 

Report: Wildan

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Dadangsah Dapunta