Terpidana mati kasus narkoba Freddy Budiman (kiri), menunjukkan surat permohonan tobat nasuha pada sidang PK di Pengadilan Negeri Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (25/5). Dalam sidang tersebut, Freddy Budiman membacakan surat tobat yang berisi permohonan maaf dan kesiapan untuk menerima segala konsekuensi atas kejahatan yang telah dilakukannya. ANTARA FOTO/Idhad Zakaria/foc/16.

Jakarta, Aktual.com-Pengakuan Freddy Budiman ihwal pengalamannya menjadi ‘lumbung uang’ aparat, terdokumentasi secara rinci dalam nota pembelaan (pledoi).

Begitu kata Koordinator Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Azhar, orang yang mengaku mendengar dan melihat secara langsung pengakuan Freddy.

“Pengakuan Freddy ini ada dalam dokumen-dokumen hukum,” jelas Haris, saat jumpa pers di kantor KontraS, Jakarta, Jumat (29/7).

Tapi sayangnya, setelah dicek Mahkamah Agung (MA), yang memegang softcopy berkas persidangan Freddy, berkasnya tidak ada.

Menurut Haris, berkas MA memang jadi satu-satunya bukti cerita itu. Sebab, dia belum tahu keberadaan kuasa hukum yang mendampingi Freddy saat persidangan.

“Dia bilang coba cek di pledoi saya. Nah pas pulang dari Nusakambangan, saya minta teman mengcek pledoi Freddy. Tapi ternyata di MA hanya ada putusan saja,” terangnya.

Seperti diketahui, pagi tadi pesan berantai berisi cerita Freddy yang mengaku dijadikan ‘ATM’ oleh oknum polisi dan BNN tersebar di publik. Pesan tersebut berisi pengaku Freddy yang mengaku ‘jaili’ oknum aparat.

“Para polisi ini juga menunjukkan sikap main di berbagai kaki. Ketika saya bawa itu barang, saya ditangkap, barang saya disita. Tapi dari informan saya, bahan sitaan itu juga dijual bebas,” beber Haris dalam pesanya.

“Dalam hitungan saya selama beberapa tahun kerja menyelundupkan narkonba, saya sudah memberi uang Rp450 miliar ke BNN. Saya sudah kasih Rp90 miliar ke pejabat tertentu di Mabes Polri,” ungkap Freddy melalui Haris.

Artikel ini ditulis oleh: