Jakarta, Aktual.com – Setelah tahun 2017 tarif listrik dan beberapa kebutuhan bahan pokok naik, serta terjadi gelombang PHK yang menimpa kaum buruh, ternyata berlanjut hingga awal tahun 2018 ini kehidupan buruh semakin sulit dengan adanya kenaikan harga beras, demikian ditegaskan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal.

“Kenaikan harga beras ini merupakan kado pahit dari Pemerintahan Jokokwi – JK di awal tahun 2018 untuk buruh dan rakyat kecil,” kata Said Iqbal secara tertulis Senin (15/1).

Menurut Iqbal, kebutuhan pokok masyarakat yang mengalami kenaikan signifikan adalah tarif listik (yang dampaknya masih terasa hingga sekarang), naiknya biaya kontrakan/kost, dan kini diperparah dengan naiknya harga beras.

“Dari ketiga kenaikan harga kebutuhan tersebut, mengakibatkan daya beli buruh turun berkisar antara 20 sampai 25 persen,” katanya.

Padahal kenaikan upah di tahun 2018 hanya sebesar 8,71 persen. Dengan demikian buruh dalam kehidupan sehari-seharinya pada tahun 2018 akan nombok (berhutang) berkisar antara 300 ribu hingga 500 ribu rupiah per bulan.

“Dengan berhutang karena upah yang mereka terima tidak mencukupi untuk membiayai kebutuhan hidup, itu artinya daya beli buruh makin anjlok,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, kenaikan harga beras ini telah disikapi oleh pemerintah dengan rencana impor beras sebesar 500.000 ton.

“Saya sampaikan tidak mau mengambil risiko kekurangan pasokan. Saya mengimpor beras khusus. Beras yang tidak ditanam di dalam negeri,” ujar Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita Enggartiasto dalam paparan di Kementerian Perdagangan, Kamis malam (11/1).

Reporter: Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta
Editor: Eka