Jakarta, Aktual.com – Agaknya hujan belum sepenuhnya reda, rintik-rintik kecil dengan genit menerpa kulit wajah yang seakan melengkapi keceriaan anak-anak bermain sepak bola di atas rerumputan yang mekar dan segar.

Memang akhir November telah mengundang Siklon Tropis yang kemudian menggiring bibit hujan, perubahan cuaca ini melingkupi wilayah Jakarta. Ibukota yang biasanya dalam keseharian diliputi hawa panas sebagai efek rumah kaca, dengan akhir November ini sedikit mendapat rasa sejuk.

Adalah Pria yang berperawakan sedang dengan rambut klimis lurus, ingin menghabiskan minggu sorenya dengan tidur. Sebagai tulang punggung keluarga yang memiliki dua putri itu, ia berhasrat menumpahkan rasa letihnya di atas tempat peraduan dengan harapan memulihkan segenap tenaga untuk kembali berjibaku di keesokan hari.

Tampak jelas pria yang memiliki nama Mad Sami itu tidak mau menyia-nyiakan waktu tidur sorenya yang berharga, terlebih suhu sejuk menyelimuti wilayah rumah susun Cinta Kasih Tzu Chi, telah merayu matanya sedari tadi.

Namun apa hendak dikata, bak pancing yang sedang straight tiba-tiba ikannya lepas, barangkali begitu rasa kecewa bercampur kesal yang dialami pak Mad saat ketukan pintu menghalau pejaman matanya.

Walau begitu, kebesaran hati pak Mad mempersilahkan saya masuk dan duduk di atas sofa. Di sebelah saya terdapat sebuah jendela, pak Mad berjalan menuju jendela dan membuka gorden. Berkas cahaya masuk menerangi ruangan tamu, sementara pandangan ke luar jendela dari lantai dua, tersibak para anak laki-laki berlarian memperebutkan kulit bundar di atas rerumputan segar.

Sembari menghela nafas panjang, pak Mad menanyakan gerangan kedatangan saya. “Ya mas, apa yang bisa dibantu?” Dengan suara kelu dan dirundung rasa bersalah karena menghancurkan bobok sore pak Mad, aku mengawali dari memperkenalkan diri.

Dalam hatiku berbisik “berkenankah pak Mad menjelaskan perkembangan pemanfaatan gas alam oleh masyarakat penghuni rusun ini?” Namun seketika keraguan itu terusir oleh udara dingin yang berhembus dari jendela, seketika ku pinta pak Mad menjelaskan kebermanfaatan jaringan gas bagi rumah tangga masyrakatnya!

Di luar gugaan, raut wajah pak RW itu langsung menunjukkan pesan antusias, sorot mata pria yang berusia 41 tahun itu langsung berubah menjadi bersemangat. Ternyata obrolan tentang masyrakat mampu meredam rasa kantuknya.

Pak Mad menceritakan bahwa penggunaan gas alam untuk keperluan rumah tangga sangat ekonomis bisa hemat 50 persen dibanding penggunaan gas tabung. Belum lagi nilai praktisnya hingga penggunaan jargas tidak perlu lagi khwatir kehabisan gas atau terputus pasokan seperti layaknya gas tabung.

Dan yang terpenting tegasnya, ternyata penggunaan jargas sangat memiliki tingkat keamanan dari insiden ledakan maupun kebocoran gas. Karenanya dia mengaku menganjurkan masyarakatnya untuk beralih menggunakan jargas.

Melalui jendela, pandanganku kulempar jauh kepada blok-blok bangunan rusun, sepertinya masyrakat relokasi dari bantaran Kali Angke, Kapuk Jakarta Utara ini telah memiliki kehidupan yang lebih baik dan tertata.

Bangunan Rusun Cinta Kasih Buddha Tzu Chi yang terletak di pinggiran ibu kota ini, dilengkapi berbagai fasilitas, diantaranya fasilitas kesehatan dan pendidikan. Adapun pak Mad merupakan ketua RW 17 Kel.Cengkareng Timur, Kec.Cengkareng, Jakarta Barat.

Aku mulai membayangkan betapa sulitnya mereka dulunya bernegosiasi pada saat penggusuran sebagai kebijakan pemerintah untuk normalisasi kali Angke dalam penanganan banjir pada tahun 2002. Mereka perlu melakukan penyesuaian dari berbagai aspek, hingga pada akhirnya mereka dapat menempatkan Rusun Cinta Kasih pada tahun 2003.

Namun lamunanku sekejab buyar untuk kembali fokus menyimak penjelasan pak Mad. Pak Mad menuturkan bahwa ia berkeyakinan beban ekonomi rumahtangga masyarakatnya akan sangat terbantu jika menggunakan jargas, hanya saja ungkapnya, antusiasme masyarakat untuk beralih ke jargas sedikit menemukan ganjalan, sehingga meskipun pembangunan instalasi sudah rampung sekitar 5 tahun yang lalu, dari 1100 unit rumah, baru sekitar 200 unit yang telah beralik ke Jargas.

Dia memaparkan kendala yang dihadapi diantaranya; masyrakat merasa beban biaya pemasangan sebesar Rp300.000 uang jaminan dan ditambah Rp100.000 biaya tehnis pemasangan dari instalasi ke kompor, dirasa berat oleh masyarakat.

Kemudian tehnis pemasangannyapun mesti secara kolektif dalam jumlah tertentu, sehingga masyarakat yang berkeinginan beralih ke jargas mesti menunggu satu sama lain hingga mencukupi jumlah tertentu. Hal inilah yang membuat progres pertumbuhan konsumsi jargas di rusun Cinta Kasih Tzu Chi kurang progresif.

Namun belakangan ini, lanjut pak Mad, terdapat kebijakan baru yakni adanya penurunan uang jaminan yang semula sebesar Rp300.000 menjadi Rp104.600, dengan biaya tehnis pemasangan, tetap Rp100.000.

Dengan kebijakan baru ini, masyarakat memberi apresiasi, namun pak Mad masih berharap pihak terkait baik pemerintah maupun PT Perusahaan Gas Negara (PGN) menggratiskan biaya tehnis atau biaya pemasangan dari instalasi ke kopor rumah tangga. Selin itu, pak Mad juga mengusulkan sekiranya instalasi dapat disalurkan kepada kantin rusun untuk memacu usaha masyarakat setempat.

Curahan pak Mad sudah terluapkan, meski hal ini merupakan persoalan sederhana, namun bernilai penting bagi masyarakat rusun Cinta Kasih Tzu Chi. Sehingga perlu menjadi perhatian bagi pengambil kebijakan.

Meski udara dingin Jakarta Barat menyelinap memenuhi ruangan rumah pak Mad, suasanan perbincangan dengan pak Mad semakin hangat dan melebar mengenai berbagai hal. Walau begitu saya memita pamit diri, meski harus menerobos rintik hujan.

Dengan kehangatan dan candaan ringan, pak Mad melepaskan kepergian saya dan meminta untuk tidak sungkan kembali berkunjung ke Rusun Cinta Kasih Tzu Chi.
Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh: