Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Kestuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) berujuk rasa di depan kantor PMK, Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat, Jumat (14/9/2018). Aksi mahasiswa ini menuntut pemerintahan Jokowi untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, menurunkan harga kebutuhan pokok, menghentikan impor yang tidak diperlukan dan melakukan swasembada pangan. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti menyatakan bahwa penguatan daya saing industri nasional merupakan solusi tepat menghadapi ketidakpastian kondisi perekonomian global saat ini.

“Untuk menjawab tantangan ekonomi global hari ini, penguatan daya saing industri nasional memang menjadi jawabannya,” kata Rachmi Hertanti, Minggu (23/9).

Menurut Rachmi, pada saat ini kebijakan strategi daya saing industri nasional masih belum memperlihatkan perubahan yang signifikan. Hal tersebut melihat antara lain kepada angka pertumbuhan nasional Indonesia yang selalu berkutat pada 5-6 persen.

Ia berpendapat hal itu antara lain karena sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia bergantung kepada sektor konstruksi yang memiliki kontribusi rendah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Menurut dia, industrialisasi nasional yang berbasis perekonomian lokal belum terbangun dengan baik. Dari segi perdagangan, IGJ menilai ekspor Indonesia masih lebih banyak barang mentah yang tidak memberikan nilai tambah, sedangkan liberalisasi perdagangan menciptakan ketergantungan yang tinggi kepada produk impor.

Untuk itu, ujar dia, industrialisasi nasional adalah jawabannya, sehingga ekspor berbasis komoditas bahan mentah harus dibatasi atau bahkan ditinggalkan dan memperkuat dengan kinerja ekspor yang bernilai tambah.

IGJ merekomendasikan sejumlah langkah strategis yang perlu disusun pemerintah, ntara lain menjalankan agenda hilirisasi industri secara konsisten dan berbasis kepada perekonomian rakyat, serta tidak mengikatkan komitmen jangka panjang kepada kebijakan perdagangan internasional yang merugikan ekonomi nasional.

Kemudian, lanjutnya, membatasi atau mengkaji ulang komitmen pembukaan akses pasar di dalam perjanjian perdagangan bebas, memperkuat hambatan nontarif untuk menjadi strategi dalam menyiasati gempuran impor serta memberikan ruang bagi produk domestik untuk dapat diserap dalam berbagai aktivitas ekonomi di Indonesia.

Selanjutnya, memastikan bahwa dalam perundingan terkait penguatan industri lokal ada beberapa hal yang tidak bisa ditawar, seperti memastikan ketentuan kewajiban tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang diperbolehkan, menerapkan tarif ekspor guna membatasi ekspor bahan mentah, membatasi liberalisasi tenaga kerja, memastikan terjadi transfer teknologi, membatasi akses pasar di bidang pengadaan pemerintahan, memastikan ruang kebijakan yang luas bagi negara, khususnya terkait dengan perjanjian investasi dan jasa, serta memastikan subsidi masih tetap bisa dilakukan. (ant)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka