Perhimpunan Profesi Likuidator Indonesia

Jakarta, Aktual.com – Perhimpunan Profesi Likuidator Indonesia (PPLI) menyatakan keprihatinannya terhadap minimnya likuidator di Indonesia. Menurut Presiden PPLI Achsin, minimnya likuidator ini tidak hanya dalam segi kuantitas, melainkan juga dalam segi kualitas.

Hal ini diungkapkannya ketika membuka Diklat Likuidator PPLI di Gedung Sarinah, Jakarta, Senin (4/12).

“Diklat ini dalam rangka meningkatkan kualitas dan kompetensi para calon likuidator sehingga bisa mereka bisa menjadi likuidator yang profesional, punya kapasitas, dan komit terhadap etika,” kata Achsin.

Menurut Achsin, likuidator memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sebab, dengan melakukan tugasnya, para likuidator dapat menyehatkan dan menyelamatkan suatu perusahaan yang mengalami problem keuangan atau bahkan yang dililit utang.

Cara ini lebih baik dibandingkan jika perusahaan tersebut dinyatakan pailit oleh pengadilan. Menurutnya, sedikitnya terdapat 1.232 perusahaan yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga Indonesia dalam kurun waktu 2004-2011.

“Namun, jika melalui likuidasi, maka akan dilihat langkah terbaiknya. Misalnya, utang saya berapa, aset berapa, lalu dinegosiasikan di antara para pihak terkait langkah yang terbaik. Kalau melalui pengadilan, maka akan head to head antara kreditur, debitur dan kurator,” jelas dia.

PPLI, kata dia, akan terus menciptakan likuidator yang profesional dan independen. Pasalnya, selama ini, kadang direksi perusahaan langsung ditunjuk menjadi likuidator atau perusahaan menunjuk likuidator yang tidak profesional bahkan likuidator dari luar negeri.

“Kadang kala begini, Ketika perusahaan itu tidak menunjuk likuidator (independen), direksi bisa ditunjuk jadi likuiditor dan sah secara Undang-Undang. Nah, tapi namanya direksi, kan tidak bebas dari kepentingan perusahaan, banyak kepentingan, ini bagian dari problem. kurang bisa masuk dengan kreditur, nggak independen,” ungkap dia.

“Kedua, ada juga likuidator perusahaan Indonesia tetapi yang melikuidasi adalah orang Taiwan. Ini kan juga jadi masalah,” tutur dia menambahkan.

Diklat Likuidator PPLI ini diadakan atas kerja sama PPLI dengan Jimly School Law and Goverment. Acara ini juga dihadiri oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie.

Lebih lanjut, Achsin mengatakan jika Diklat bukanlah ajang formalitas belaka, karena para calon likuidator akan dibekali dengan berbagai pengetahuan dan ketrampilan untuk menjadi likuidator jempolan.

Contohnya adalah ketika nanti para calon likuidator ini akan berhadap-hadapan dengan notaris terkait penilaian, penjualan ataupun pelelangan aset.

“Jadi ada beberapa hal yang harus dibekali oleh likuidator untuk berhadapan dengan profesi yang lain. Kalau dengan notaris itu seperti apa, akta pertama, akta kedua, kemudian SK pencabutan badan hukum itu seperti apa. Ini yang selalu akan kita upgrade,” kata dia.

Sementara itu, di tempat yang sama, Wakil Sekjen PPLI Anton Silalahi menegaskan bahwa likuidator harus mempunyai kemampuan dan keahlian yang lebih dari kurator.

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, menyebutkan kurator sangat bergantung pada hakim pengawas. Jika kurator tidak mengetahui sesuatu, maka bisa bertanya kepada hakim pengawas.

“Sementara likuidator tidak membutuhkan hakim pengawas. Karena itu, dia harus mempunyai keahlian lebih, harus hati-hati dan cermat,” ungkap dia.

Profesi likuidator, lanjut dia, diperlukan agar menghindari konflik interest di perusahaan yang akan dilikuidasi. Dengan demikian, likuidator tidak asal ditunjuk oleh direksi.

“Boleh jadi perusahaan itu dilikuidasi karena ketidakberesan pengurus. Sekarang, malah pengurus yang sama juga disuruh mengurusi likuidasi. Jadinya, tidak independen dan bahkan tidak profesional,” pungkasnya.

*adv

Teuku Wildan A.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Teuku Wildan