Ketua Indoensia Mining Institute (IMI), Irwandy Arif - Freeport yang beroperasi di wilayah Indonesia harus tunduk pada regulasi di Indonesia. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Kalangan pegiat tamang meminta pihak Freeport agar jangan menghentikan proses penambangannya, sekaligus juga jangan terlalu rewel untuk tidak mengikuti semua aturan di Indonesia.

Apalagi Freeport yang beroperasi di wilayah Indonesia tentu saja harus tunduk pada regulasi di Indonesia. Bahkan jika nanti di 2021 nanti kontraknya tak diperpanjang, maka Freeport sudah dinasionalisasi.

“Memang sangat disayangkan ada kisruh saat ini. Tapi kalau pada akhirnya kita harus menasiobalisasi Freeport kita mampu kok, jangan takut,” tandas  Ketua Indoensia Mining Institute (IMI), Irwandy Arif, di Jakarta, ditulis Jumat (24/2).

Kondisi yang dia sebutkan itu mengacu kepada kualias SDM pertambangan Indonesia, dan bukti sebanyak 90 persen pekerja Freeport itu adalah orang Indonesia.

“Itu kan sebagai bukti jelas, bahwa kita ini mampu kelola Freeport. Cuma sekarang tinggal bagaimana masalah kisruh ini ada jalan keluarnya,” jelas dia.

“Karena kalau bicara mampu, kita itu pasti mampu kok. Tak ada masalah dengan SDM kita. Kita itu orang pertambangan, jadi tahu persis kondisi dan kualitas orang pertambangan kita. Kita mampu kok,” ulangnya lagi pasti.

Meski begitu, kata dia, kenapa pihaknya menyarankan adanya solusi secepatnya terkait kisruh ini agar ladang tambang Freeport jangan sampai didiamkan.

“Jadi saat ini yang penting adalah, jangan sampai malah tambang itu tidak diapa-apain. Kalau pun nanti harus nasionalisasi, minimal saat ini tambang itu tetap berproses,” ujarnya.

Pasalnya, sebut Irwandy, kalau tambang itu ditinggal, itu bagi orang-orang sektor pertambangan akan tidak mudah untuk kembali lagi menambang. “Karena akan ada masalah air, ada masalah perawatan, dan lainnya. Jadi jangan dihentikan produksinya,” ujarnya.

Freeport sendiri telah menghentikan produksi sejak 10 Februari 2017. Permasalahan tersebut bermula saat pemerintah menginginkan kendali yang lebih kuat atas kekayaan sumber daya mineral.

Pemerintah telah menyodorkan Izin Usaha Pertambanagn Koruptif (IUPK) sebagai pengganti Kontrak Karya (KK), namun Freeport keberatan dengan skema tersebut karena pemegang IUPK diwajibkan untuk melakukan divestasi hingga 51 persen, yang berarti kendali perusahaan bukan lagi di tangan mereka. Bahkan, Freeport juga berencana untuk menggugat pemerintah ke Badan Arbitrase Internasional.

(Reporter: Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka