Jakarta, Aktual.co —   Sesuai Pasal 72 PP yang ditandatangani 1 Februari 2010, permohonan perpanjangan kontrak tambang Freeport hanya bisa diajukan paling cepat dua tahun dan paling lambat enam bulan sebelum kontrak habis.

Masa kontrak Freeport habis 2021 yang berarti paling cepat 2019 baru bisa mengajukan perpanjangan.

“PP itu tidak realistis karena hanya punya waktu dua tahun untuk kepastian investasi sebesar 17,3 miliar dolar,” ujar Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM), Sudirman Said di Jakarta, Jumat (20/2).

Ketua Tim Pembangunan Smelter Nasional Kementerian ESDM, Said Didu menambahkan, jangka waktu keputusan perpanjangan kontrak mesti disesuaikan dengan karakteristik tambang termasuk besaran investasinya.

“Kalau Freeport yang akan investasi 17,3 miliar dolar, maka tidak realistis cuma dikasih waktu dua tahun,” kata mantan Sekretaris Kementerian BUMN.

Menurut dia, jangka waktu keputusan perpanjangan yang realistis adalah dalam rentang 2-10 tahun sebelum kontrak berakhir.

Said Didu menambahkan, terkait Freeport, terdapat lima kriteria yang harus diselesaikan.

Yakni, kepastian hukum investasi, bisa diterima masyarakat Papua, menguntungkan secara bisnis, bisa dikerjakan secara birokrasi, dan diterima secara internasional.

“Kami ingin tidak hanya Freeport yang beroperasi di Papua, harus lebih banyak lagi perusahaan investasi di sana,” katanya.

Ia berkaca pada Papua Nugini yang letaknya berdekatan dan memiliki sumber daya alam yang sama dengan Papua, namun banyak perusahaan yang investasi.

Freeport sudah minta perpanjangan kontrak dari seharusnya habis 2021 menjadi 2041. Alasannya, investasi sebesar 17,3 miliar dolar baru balik setelah 2021.

Investasi 17,3 miliar dolar tersebut diperuntukkan bagi tambang bawah tanah (underground) di Papua sebesar 15 miliar dolar dan pabrik pemurnian (smelter) di Gresik, Jatim senilai 2,3 miliar dolar.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka