Sejumlah pendaki menikmati pemandangan dari puncak Gunung Semeru, Malang, Jawa Timur, Minggu (31/7). Gunung Semeru adalah gunung tertinggi di pulau Jawa dan menjadi salah satu destinasi favorit bagi para pendaki gunung baik dalam negeri maupun mancanegara. ANTARA FOTO/Zabur Karuru/aww/16.

Jakarta, Aktual.com – Direktur Wahid Foundation, Yenny Wahid menyebut, masyarakat pedesaan adalah contoh, bagaimana semestinya kehidupan yang damai itu diciptakan dan dikelola secara bersama.

Hal itu ia sampaikan saat orasi kebudayaan dalam hajatan Festival Lima Gunung bertajuk “Centhini Gunung” di Desa Girirejo, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, seperti dalam keterangan yang diterima, Minggu (9/10).

“Makanya kami menebarkan perdamaian sampai ke seluruh pelosok penjuru negeri, terutama ke kampung-kampung dan desa-desa,” ujar Yenny.

Melalui festival ini, kata dia, dirinya ingin, pesan perdamaian tak hanya bergaung di kota besar. Juga tak hanya bergaung di gedung elit dan di hotel megah, tapi terutama di komunitas akar rumput di pedesaan.

Menurut Yenny, dunia saat ini sedang penuh dengan konflik. Perang terjadi di mana-mana, di negara Timur Tengah dan lainnya. Salah satu efek terbesar dari konflik tersebut adalah banyaknya pengungsi.

Karena yang terjadi, para pengungsi ini mengalami keterbatasan akses terhadap kesehatan, pangan dan lainnya.

“Mari, lewat festival ini, kita serukan untuk sehari saja hidup tanpa konflik, tanpa ledakan peluru. Sehari saja, akses kemanusiaan bisa menjangkau pengungsi,” tutur putri kedua Gus Dur ini.

Selanjutnya, Yenny juga mengajak seribuan warga yang hadir pada acara itu untuk melakukan gerakan sehari tanpa konflik dalam konteksnya masing-masing.

“Sehingga kegiatan yang melibatkan perempuan ini, diharapkan bisa menjadi kekuatan baru untuk menyemangati gagasan-gagasan perdamaian yang saat ini masih kurang,” tandasnya.

Festival Lima Gunung kali ini diselenggarakan oleh Komunitas Lima Gunung bekerja sama dengan Wahid Foundation. Festival ini sekaligus untuk memeringati Hari Perdamaian International setiap tanggal 21 September ini.

Kegiatan ini menjadi bagian dari kegiatan tahunan Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF), 5-8 Oktober 2016.

Hadir pada acara ini antara lain sutradara Garin Nugroho, anggota DPR RI Maruarar Sirait, Greg Amstrong dari Kedutaan Besar Australia dan perwakilan PBB di Indonesia.

Tidak kurang dari 350 seniman terlibat dalam kegiatan ini. Diawali dengan kirab di jalan sepanjang sekitar 500 meter di kawasan gunung Andong. Para peserta kirab mengusung sejumlah tandu perempuan dan properti lain berupa puluhan bentuk stupa Borobudur serta tetabuhan alat musik tradisional.

Pertunjukan juga ditandai dengan ritual Komunitas Lima Gunung, yang kali ini berupa tarian Lima Ondho (Tangga), yakni Ondho Kencono, Ondho Langit, Ondho Bumi, Ondho Tresno dan Ondho Jiwa.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid