Terdakwa kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Kamis (20/4/2017). Pada sidang tersebut beragendakan pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum. KORAN SINDO-POOL/Ramadhan Adiputra

Jakarta, Aktual.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut 1 tahun penjara dengan 2 tahun masa percobaan kepada terdakwa kasus dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, menghimbau agar kejaksaan tidak mencampuradukkan persoalan hukum dengan persoalan politik.

“Peristiwa penegakan hukum jangan dicampur dengan politik. Jaksa jangan menimbang politik. Jaksa harus menimbang fakta persidangan, pemeriksaan, dan penyelidikan. Politik bukan urusan jaksa. Politik itu urusan presiden,” cetus Fahri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (20/4).

Lebih lanjut, Fahri mempersilahkan, jika presiden mau memanfaatkan momen pilkada dan politik untuk mngintervensi hukum. Asal, melalui mekanisme yang benar.

“Karena pada dasarnya presiden mempunyai instrumen untuk mengintervensi. Dia bisa memberikan grasi, amnesti, rehabilitasi dan sebagainya, itu adalah kewenangan presiden. Tapi jangan sampai jaksa ini menimbang-nimbang politik. Sebab itu bisa melahirkan ketidakpastian baru dan itu tidak baik untuk masyarakat ke depan,” jelas Fahri.

Meski demikian, Fahri enggan berkomentar mengenai terlalu ringannya tuntutan jaksa tersebut.

“Sebenarnya saya tidak mau menterjemahkan ke dalam angka-angka. Tapi saya hanya mencemaskan jaksa itu membuat tuntutan dengan pertimbangan politik. Sebab saya tadi mendengar ada hal-hal yang tidak baik, jaksa menyebut-nyebut peristiwa politik,” katanya.

 

Laporan Nailin Insaroh

Artikel ini ditulis oleh: