Presiden Joko Widodo (kanan) menggelar rapat konsultasi dengan Ketua DPR Setya Novanto (kedua kanan) dan empat Wakil Ketua DPR, Agus Hermanto (ketiga kanan), Fadli Zon (ketiga kiri), Taufik Kurniawan (kedua kiri) dan Fahri Hamzah (kiri) di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (13/10). Pemerintah dan DPR menyepakati pembahasan revisi Undang-Undang tentang KPK ditunda hingga masa persidangan tahun depan guna fokus kepada penguatan ekonomi. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/ama/15.

Jakarta, Aktual.com — Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah mengatakan sebagai negara tidak bisa dalam pengajuan anggarannya seperti yang dilakukan sebuah perusahaan swasta.

Hal itu terkait dengan masuknya anggaran tax amnesty atau pemutihan pajak ke dalam asumsi postur rancangan APBN 2016 yang tengah dibahas Badan Anggaran (Banggar).

“Itu namanya yang disebut Contingent liabilities. Jadi prinsipnya itu hanya dikenal di perusahaan swasta. Sementara pemerintah tidak boleh menggunakan asumsi hutang yang ditunda. Jadi mengasumsikan ada uang masuk dalam RAPBN 2016 ini melalui pengampunan pajak. Padahal pengampunan itu belum jelas,” ucap Fahri, di Gedung DPR RI, Senayan, Senin (26/10).

Ia pun menolak dengan adanya rancangan Undang-Undang ikhwal pengampunan pajak nasional yang diusulkan oleh dewan. Seharusnya, usulan itu, kata Fahri, diusulkan melalui pemerintah.

“Saya mau buka aja, di depan pak Jokowi saya menolak DPR disuruh menjadi pengusul. Menurut saya itu harus menjadi proposal pemerintah,” tegasnya.

Menurut dia, terkesan aneh bila yang mengusulkan DPR sementara yang membutuhkan uang adalah pemerintah.

“Kok bisa pemerintah perlu uang tapi yang menyusun usulan undang-undangnya DPR. Ini nanti orang bilang, ini DPR mau malak pajak apa. Nah itu yang kami tolak waktu itu. Itu sebabnya kalau pemerintah mau melakulan silakan. Tapi pos dana sebesar 21-500 triliun tidak boleh muncul dulu, di pengeluaran yang akan datang. Uangnya belum masuk,” tandas politikus PKS itu.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Novrizal Sikumbang