Jakarta, Aktual.com-Dominasi Pemerintah Daerah (Pemda) dalam penentuan lahan pembangunan pembangkit untuk listrik 2.500 desa, seperti diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 38 Tahun 2016 dinilai berpotensi memicu masalah bagi Independen Power Producer (IPP).

Pasalnya, sebagai investor, IPP tidak lagi bebas menentukan lahan yang diharapkan, tentu saja hal ini akan memberatkan bagi investor. Terlebih lagi jika lahan yang ditetapkan tersebut harganya terlalu mahal dan tidak atraktif bagi perhitungan investasi.

Namun demikian Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerjasama, Kementerian ESDM, Sujatmiko menepis kecurigaan itu.

Menurut Sujatmiko, tujuan pemerintah membuat mekanisme seperti itu agar supaya menghindari terjadinya tumpang tindih lahan.

“Ini kayak izin usaha pertambangan itu loh, jadi jangan sampai terjadi tumpang tindih. Makanya Gubernur yang menentukan lahan dimana yang akan dibangun listrik untuk menjangkau desa-desa yang belum teraliri listrik,” jelas Sujatmiko, Sabtu (10/12/2016)

Dalam persoalan harga sendiri tambah dia, Kementerian ESDM membuat tiga indikator yang akan disesuaikan case by case, yakni :

Pertama, penentuan tarif bisa disesuaikan dengan harga nasional yang sudah diterapkan PLN.

Indikator kedua, kesepakatan bisa melalui skema Bussines to Bussines (B to B) antara pemilik pembangkit dengan pembeli atau masyarakat yang dialiri listrik.

Terakhir harga listrik bisa juga disubsidi. Harga Pokok Pembangkit (HPP) akan dihitung dengan harga keekonomian listrik setempat.

“Nanti akan ketemu gapnya. Nah, gap ini yang akan disesuaikan, pemerintah yang hitung terus diusulkan ke Kementerian Keuangan,” tutup Sujatmiko.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta
Editor: Bawaan Situs