Jakarta, Aktual.com – Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) melihat, di era demokratisasi ini, kondisi penyiaran masih mengalami banyak sensor. Untuk itu, pihaknya meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dalam merevisi UU Penyiaran melakukan tujuh poin yang diusulkannya.

“Saat ini RUU Penyiaran sedang direvisi, jangan sampai revisi tersebut mematikan pertelivisian swasta. Apalagi di negara lain itu, selalu mengajak asosiasi untuk berembug dalam membahas peraturan yang akan digulirkan,” ujar Sekjen ATVSI, Neil Tobing di Jakarta, Kamis (4/5).

Revisi UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran memang saat ini menjadi salah satu program prioritas legislasi nasional. Makanya, ATVSI memandang perlu untuk mengusulkan beberapa isu penting kepada Pemerintah dan DPR.

“Terkait draft RUU Penyiaran tersebut, ATVSI telah diundang Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada tanggal 3 April 2017 lalu. Kita memberikan tanggapan dan masukan mengenai beberapa isu penting yang menjadi roh dari RUU Penyiaran,” tegasnya.

Menurut dia, RUU Penyiaran haruslah visioner serta dapat mengantisipasi perkembangan teknologi dan dapat memenuhi keinginan masyarakat akan kebutuhan konten penyiaran yang baik dan berkualitas.

“Makanya, penyusunan RUU Penyiaran harus melibatkan pemangku kepentingan seperti pelaku industri penyiaran, regulator, dan industri terkait lainnya,” jelas dia.

Pihaknya meminta, ada tujuh isu penting yang menjadi roh dari RUU Penyiaran yang perlu disepakati oleh stakeholder penyiaran. Ketujuh hal itu adalah, pertama, rencana strategis dan blue print digital; kedua, pembentukan wadah clan keterlibatan Asosiasi Media Penyiaran lndonesia dalam perizinan dan kebijakan penyiaran digital termasuk pembentukan Badan Migrasi Digital yang bersifat ad hoc.

Ketiga, penerapan sistem hybrid merupakan bentuk nyata demokratisasi penyiaran; keempat, durasi iklan komersial dan iklan layanan masyarakat; kelima, pembatasan iklan rokok; keenam, siaran Lokal; dan ketujuh, proses pencabutan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP). (*)

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka