(dari kiri) Anggota Komisi II DPR Fraksi PDIP Komarudin Watubun Tanawani Mora, Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Demokrat Fandi Utomo, Ketua Bawaslu Abhan, Ketua KPU Arief Budiman dan Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi, berbincang sebelum mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR, di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/4). Rapat tersebut membahas sejumlah Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) diantaranya soal cuti Kampanye Presiden 2019, Dana Kampanye 2019 dan pelaksanaan Pilkada serentak sejumlah Daerah 2018. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan mengungkapkan adanya sikap standar gandar dari Komisi II DPR terkait wacana larangan eks narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif (Caleg).

Dalam sebuah diskusi yang diadakan di kawasan Cikini, Jakarta, Wahyu menyatakan keheranannya atas keberatan yang dilontarkan Komisi II DPR terhadap Peraturan KPU (PKPU) yang mengatur adanya larangan bagi eks napi koruptor untuk nyaleg sebagai anggota DPR RI, maupun sebagai anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota.

Padahal, aturan yang sama terkait pencalegan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI telah disetujui oleh Komisi II DPR beberapa waktu lalu. Hal inilah yang disebut standar ganda oleh Wahyu.

“Uniknya adalah, kenapa Komisi II meloloskan untuk DPD. Peraturan KPU untuk DPD itu syaratnya sama sudah diloloskan dan tidak ada persoalan,” kata Wahyu, Sabtu (26/5).

“Tapi kalau pencalonan DPRD dan DPR, itu kok lebih bersikap (menolak),” tambahnya.

Hal ini dengan sengaja diungkapkan oleh Wahyu agar publik mengetahuinya. “ini publik harus tahu ada apa.” ujarnya.

Ia pun menegaskan, KPU tetap akan berpegang pada pendiriannya, sebagaimana tertuang dalam PKPU, yang melarang eks napi koruptor menjadi caleg, baik DPD, DPR ataupun DPRD.

Wahya menambahkan, pihaknya siap menghadapi gugatan terkait aturan tersebut di Mahkamah Agung.

Sebelumnya, Komisi II DPR, Bawaslu dan Kemendagri menolak langkah KPU yang melarang eks napi kasus korupsi menjadi calon legislatif. Penolakan itu bahkan dijadikan kesimpulan rapat yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (22/5) lalu.

Wakil Ketua Komisi II Nihayatul Mafiroh membacakan kesimpulan RDP bahwa Komisi II DPR, Bawaslu, dan Kemendagri menyepakati aturan larangan mantan napi korupsi dikembalikan peraturannya pada Pasal 240 Ayat 1 huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Ketua Komisi II Zainudin Amali menambahkan, DPR beserta pemerintah dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga telah bersepakat agar KPU berpedoman pada Undang-Undang Pemilu.

Dalam Pasal 240 Ayat 1 huruf g dinyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan kepada publik secara jujur dan terbuka bahwa dirinya pernah berstatus sebagai narapidana. Dengan demikian, mantan narapidana korupsi pun bisa mencalonkan diri sebagai caleg.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Teuku Wildan