Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) memberi paparan realisasi pelaksanaan APBNP 2016 didampingi Wakil Menkeu Mardiasmo (kiri) dan Sekretaris Jenderal Hadiyanto (kanan) di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (3/1). Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2016 tumbuh lima persen, lebih rendah dari asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016 sebesar 5,2 persen. ANTARA FOTO/Rosa Panggabean/foc/17.

Jakarta, Aktual.com – Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2016 kendati berada di angka 5,1 persen, namun secara kualitas masih dianggap kurang karena tersandera oleh banyak hal. Salah satunya di sektor fiskal.

“Yang membuat pertumbuhan kita tersandera karena kondisi fiskal kita sangat terbatas. Hal itu terlihat dari pembiayaan proyek-proyek infrastruktur,” tandas ekonom dari CSIS, Yose Rizal Damuri, dalam diskusi Prospek Ekonomi-Politik Indonesia 2017, Kemajuan yang Tersandera, di Jakarta, Rabu (11/1).

Dengan kondisi fiskal yang terbatas itu, kata dia, sayangnya pembangunan infrastruktur terlalu didominasi oleh peran pemerintah dan melalui BUMN.

“Mestinya dengan keterbatasan fiskal itu, peran swasta harus selalu dilibatkan dan diberi porsi lebih besar,” ungkap Yose.

Selain itu, lanjut dia, masalah paket kebijakan ekonomi implementasinya sagat rendah. Hal ini terjadi karena banyak sektor yang juga enggan untuk menjalankan reformasi, terutama yang mendapatkan perlindungan. Terutama di tingkatan daerah.

“Termasuk juga adanya kondisi sosial yang memburuk terkait dengan harga pangan yang cenderung naik dan adanya kemungkinan fluktuasi yang semakin tinggi di 2017 ini,” jelas dia.

Hal lainnya yang membuat pertumbuhan ekonomi yang masih tersandera itu karena terkait keamanan dan risiko investasi. Serta adanya perubahan nilai-nilai yang mungkin tak sesuai dengan prinsip ekonomi dan bisnis ke depannya.

“Hal itu semua bakal meningkatkan risiko investasi. Sehingga bisa mengganggu pertumbuhan,” pungkas Yose.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan