Tak hanya pertumbuhan tinggi, kata dia, jumlah penduduknya yang sangat miskin telah turun jauh sekali dari 50% pada awal tahun 1990an menjadi hanya 3% di tahun 2012. Indikator sosial Vietnam pun meningkat pesat dalam dekade terakhir yang ditunjukkan oleh jumlah penduduk yang terdidik lebih banyak dan angka harapan hidup yang lebih tinggi .

Filipina juga demikian. Sejak tahun 1950an pernah menjadi negara terkaya nomor 2 di Asia setelah Jepang, pada tahun 1960 GDP perkapita masih 10% di atas Korea Selatan, juga pada saat itu Filipina penerima investasi luar negeri terbesar di Asia Pasifik. Namun sempat stagnan ekonominya.

“Tapi Filipina sudah mulai bangkit kembali. Dalam enam tahun terakhir sejak 2011 sampai dengan 2016 mempunyai rata2 pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6,06% pertahun yang berada di atas Indonesia yang hanya 5,7 % padahal sama-sama mengalami situasi ekonomi dunia yang sulit,” papar dia.

Untuk itu, kata dia, pemerintah mestinya tak boleh puas dengan pertumbuhan rata-rata 5,7% per tahun atau bahkan rencananya 2017 ini hanya 5,1%.

“Seharusnya pertumbuhan ekonomi 2017 ini bisa mencapai 6,5% atau lebih seperti ditargetkan oleh Vietnam dalam 2017 ini yaitu antara 6,5 – 7,5%,” tandas dia.

Mestinya, Indonesia tak boleh kalah dari Vietnam dan Filipina yang mampu tumbuh 6 – 7 % . “Sri Mulyani jangan hanya ngomong saja, apalagi yang diomongkan itu dengan mengandalkan SDA, tapi juga harus ada kebijakan-kebijakan ekonomi yang inovatif yang bisa memacu pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dan berkelanjutan,” tandasnya.

Untuk itu, kata dia, jika kinerja Sri Mulyani becus, maka pertumbuhan tahun ini bisa mencapai 7,5% dan bila ekonomi dunia membaik bisa mencapai 8-9% atau bahkan 10% per tahun.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka