Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Fraksi PKS, Ecky Awal Mucharam, menyatakan kinerja efisiensi dan efektivitas pergerakan logistik Indonesia dua tahun merosot 10 peringkat. Hasil Indeks Logistik Global atau Logistics Performance Index (LPI) 2016 menunjukkan Indonesia menempati peringkat ke-63 dari 160 negara yang dipantau dengan skor 2,98.

Dalam keterangan tertulisnya yang diterima Kamis (1/10), Ecky menilai hasil LPI yang dirilis Bank Dunia itu sangat menyedihkan. Padahal sejak awal pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla, fraksinya termasuk yang mendukung besaran alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur

Tercatat alokasi anggaran infrakstruktur di APBN pada tahun 2014 sebesar Rp206,7 triliun dan pada tahun 2016 mencapai Rp290,3 triliun.

“Pemerintah harus bekerja lebih baik karena ini akan berkaitan dengan harga-harga barang untuk rakyat,” kata dia.

LPI 2016 yang dirilis Bank Dunia, disampaikan dia merupakan indeks yang penting untuk mengukur dan menentukan kinerja efisiensi dan efektivitas pergerakan logistik yang memiliki hubungan dengan pelayanan pengiriman logistik (supply chain) dan ekspor suatu negara.

Indeks ini dibangun berdasarkan hasil survei yang dilakukan kepada 1.051 orang profesional dalam industri logistik negara-negara di wilayah operasinya. Baik capaian skor maupun peringkat, LPI Indonesia menurun drastis jika dibandingkan dengan tahun 2014 saat skor Indonesia mencapai 3,08 dan berada di peringkat ke-53.

Sementara di ASEAN, untuk tahun 2016 Indonesia berada di posisi ke-4 setelah Singapura, Malaysia dan Thailand, tetapi dengan jarak skor yang cukup jauh. Dengan kata lain, tingkat efisiensi dan efektifitas logistik terutama pada pergerakan barang dlaam dua tahun terakhir terus merosot.

“Mestinya pemerintahan sekarang mengambil langkah serius terkait hal ini. Pemerintah telah berbicara besar terkait masalah logistik ini dan menjadikannya prioritas. Tetapi faktanya kinerjanya memburuk,” jelas Ecky.

Diungkapkan, LPI 2016 oleh Bank Dunia memberikan enam ukuran dan parameter penilaian dimana empat parameternya mengalami penurunan. Keempatnya masing-masing pelayanan di bea dan cukai, infrastruktur, logistik, dan ketepatan waktu.

Komplitnya, keenam parameter itu adalah efisiensi pengurusan bea dan cukai, kualitas infrastruktur perdagangan dan transportasi, kemudahan mengatur pengiriman barang internasional dengan harga kompetitif, kompetensi dan kualitas pelayanan logistik, kemampuan pelacakan dan penelusuran barang, dan ketepatan waktu pengiriman barang atau jasa.

Diakuinya, beberapa negara ASEAN seperti Thailand dan Malaysia juga mengalami penurunan. Namun jika dibandingkan dengan dengan Singapura, Malaysia dan Thailand secara berturut-turut berada di peringkat 5, 32, dan 45. Sementara Indonesia berada di peringkat 63. Indonesia memiliki nilai 2,98 jika dibandingkan dengan Singapura 4,14, Malaysia 3,43, dan Thailand 3,26.

“Pemerintah perlu memiliki kebijakan dan roadmap yang jelas dalam membangun basis industri dan produksi kuat yang salah satunya disokong oleh supply chain yang efektif dan efisien,” kata Ecky.

Kebijakan dan roadmap ini sangat penting dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri ataupun ekspansi produksi berupa ekspor yang berdaya saing ke luar negara.

 

*Sumitro

Artikel ini ditulis oleh: