Jakarta, Aktual.com — Demi mendorong pertumbuhan kredit usaha mikro kecil menengah (UMKM), Bank Indonesia (BI) merevisi aturan kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM). Salah satunya yaitu mengubah loan to deposit ratio (LDR) menjadi loan to funding ratio (LFR). Dengan memasukkan komponen surat-surat berharga yang diterbitkan bank selain komponen dana pihak ketiga (DPK) dalam perhitungan pendanaan.

Batas atas LFR juga diperlonggar menjadi 94 persen, bagi bank yang sudah memenuhi pencapaian kredit UMKM dengan kualitas kredit yang baik.

“Surat berharga yang dimaksud adalah surat utang jangka menengah (medium term notes), surat utang suku bunga mengambang (floating notes), surat utang (obligasi), tapi tidak termasuk obligasi subordinasi,” ujar Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Yati Kurniati di gedung BI Jakarta, Senin (6/7).

Lebih lanjut dikatakan dia, bank akan mendapat insentif jika dapat menyalurkan kredit sektor UMKM. Tentunya, kata Yati, bank tersebut harus memenuhi ketentuan minimum kredit UMKM, yaitu Non Performing Loan (NPL), yakni rasio NPL total kredit bank dan kredit UMKN secara bruto (gross) kurang dari 5 persen.

“Jadi insentif LFR nya menjadi 94 persen,” pungkasnya.

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/22/PBI/2012 tentang pemberian kredit, bank diwajibkan menyalurkan kredit UMKM sebesar 20 pesen dari total kredit yang disalurkan secara bertahap hingga 2018. Aturan itu menjelaskan, bank wajib menyalurkan kredit pada sektor UMKM minimum sebesar 5 persen pada akhir 2015, kemudian sebesar 10 persen pada 2016, 15 persen pada 2017, dan 20 persen pada 2018.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka