Warga melakukan isi ulang pulsa listrik di salah satu perumahan, Jakarta, Senin (30/11). Tarif listrik pelanggan rumah tangga berdaya 1.300 VA dan 2.200 VA pada Desember 2015 akan mengalami kenaikan sebesar 11,6 persen dibandingkan November 2015 menyusul pemberlakuan mekanisme penyesuaian tarif kedua golongan tersebut oleh PLN. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/aww/15.

Jakarta, Aktual.com – Pemerintah telah menganggarkan subsidi listrik untuk tahun depan nanti di APBN 2017 sebesar Rp45 triliun. Subsidi ini diberikan kepada 19,5 juta yang mengkonsumsi listrik 450 VA dan 4 juta masyarakat yang menggunakan 900 VA.

Namun nantinya, harga tarif listrik akan disesuaikan sebanyak tiga kali dalam setahun, masing-masing dalam empat bulan sekali. Kondisi tersebut dianggap akan mengganggu laju inflasi tahun depan yang targetkan sebesar 4 persen.

Namun demikian, Bank Indonesia (BI) melihat, kebijakan kenaikan tarif listrik tak akan berdampak besar ke laju inflasi.

“Biasanya, kalau ada pengurangan subisidi akan ada lonjakan inflasi . Tapi kalau (kenaikan tarif) listrik, karena bukan listrik secara menyeluruh, hanya golongan tertentu atau sebagian dari rumah tangga, maka dampak inflasinya jauh lebih kecil,” terang Deputi Gubernur BI, Mitza Adityaswara, di Jakarta, Jumat (28/10).

Karena, menurut dia, pengurangan subsidi listrik ini berbeda dengan pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Kalau BBM itu, biasanya langsung berdampak pada ongkos transportasi. Itu yang kemudian melambungkan laju inflasi.

“Karena berbeda dengan kenaikkan harga BBM yang menyeluruh, termasuk BBM buat industri misalnya. Kalau ini kan hanya sebagian harga listrik untuk rumah tangga,” cetusnya.

Apalagi berdasar hitungan BI, kalau yang dikurangi itu subsidi listrik untuk kalangan rumah tangga, memang ada dampaknya terhadap inflasi, akan tetapi inflasi utamanya nyaris tak ada.

“Jadi dampak terhadap inflasi intinya itu, menurut kami, tidak signifikan. Tapi kepada IHK-nya (indeks harga konsumen) ada dampak sekitar 80-100 bps (basis points),” ujar dia.

Menurut BI, pengurangan subsidi itu dari sisi kesehatan APBN itu bagus. Sehingga tepat jika secara perlahan subsidi itu terus dikurangi. Kalau pun masih ada subsidi, itu adalah subsidi yang sifatnya langsung kepada penerimanya.

Dulu, kata Mirza, subsidi itu sekitar 30 persen dari APBN. Sekarang subsidi itu tinggal 10 persen dari APBN. Itu pun sudah digabung antara subsidi listrik, elpiji, pangan, sekitar 10 persen dari anggaran.

“Jadi subsidi itu kalau di dalam anggaran pemerintah sudah jauh lebih kecil dibandingkan kondisi 6-10 tahun lalu,” ucapnya.

“Makanya saya lihat, rencana untuk mengurangi subsidi listrik itu tentunya sudah dengan pertimbangan-pertimbangan dari pemerintah. Jadi hitungan BI dampaknya terbatas. Untuk inflasi inti, tidak berdampak, sehingga masih under control,” imbuhnya.

Untuk itu, BI melihat laju inflasi tahun depan bisa di bawah 4%. Kalau tahun ini inflasinya mubgkin di bawah 3,5%.

“Jadi kalau ditambah dengan kenaikkan harga listrik (tahun depan), mungkin akan ada di atas 4% untuk IHK ya. Tapi kalau utk inflasi inti, bisa di bawah 4%,” pungkas dia.

(Laporan: Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka