Jakarta, Aktual.co — Direktur Utama PT Dutasari Citralaras Machfud Suroso, Kamis (18/12) menjalani sidang perdana, yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Tersangka kasus korupsi pembangunan proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional di Desa Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat itu akan menghadapi dakwaan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dalam surat dakwaan yang telah dibacakan secara bergantian oleh tiga jaksa KPK, yakni Fitroh Rohcayanto, Herry Ratna Putra, dan Joko Hermawan mendakwa Machfud dalam bentuk alternatif. Yakni Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Machfud dalam dakwaan terbukti telah melawan hukum mempengaruhi Kuasa Pengguna Anggaran, panitia pengadaan, dan pihak-pihak terkait dalam proyek Hambalang.
Jaksa Fitroh menyebut, aksi itu dilakukan Machfud agar perusahaannya digaet oleh Kerja Sama Operasi (JO) PT Adhi Karya-PT Wijaya Karya menjadi sub-kontraktor pekerjaan Mekanikal Elektrikal. 
Dalam melakukan aksinya, Machfud bersama-sama dengan bekas Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng, eks Kepala Biro Perencanaan dan Biro Keuangan-Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar, bekas Manajer Divisi Konstruksi I dan Direktur Operasional PT Adhi Karya Teuku Bagus Mokhammad Noor, Direktur CV Rifa Medika sekaligus anggota tim asistensi Kemenpora di proyek Hambalang Lisa Lukitawati Isa, dan anggota tim asistensi sekaligus Direktur PT Asa Nusa Indonesia, Saul Paulus David Nelwan alias Paul Nelwan.
“Terdakwa secara melawan hukum memperkaya diri sendiri sebesar Rp 185,5 miliar,” kata Jaksa Fitroh membacakan dakwaan.
Jaksa melanjutkan, setelah mendengar proyek P3SON Hambalang dan sebelum pelaksanaan lelang, Machfud mendekati Adhi Karya. Dia membujuk perusahaan pelat merah itu agar menggandengnya menjadi sub-kontraktor. Kemudian lobi-lobi itu berhasil. Dari hasil tersebut, sambung dia, Machfud ketiban kontrak senilai Rp 245 miliar dalam pekerjaan mekanikal elektrikal di proyek Hambalang asalkan dia mau mengelola dan memberikan jatah 18 persen buat para pejabat dari proyek itu.
Akan tetapi Machfud malah protes. Sebab, kata Jaksa, dia merasa belum untung karena mesti menanggung beban komisi 18 persen itu. Akhirnya Teuku Bagus memerintahkan Manajer Estimator Divisi Konstruksi I Adhi Karya, Yuli Nurwanto, menaikkan nilai kontrak Machfud Rp 50 miliar, sehingga menjadi Rp 295 miliar.
Di dalam perjalanan, sambung jaksa langkah Adhi Karya sempat terhalang oleh Muhammad Nazaruddin. Karena Nazar itu juga tergiur menggarap proyek Hambalang. Machfud lantas meminta bantuan kepada Anas buat menghalau Nazaruddin. Lobi itu tembus dan Nazaruddin akhirnya mundur dari proyek itu.
Jaksa juga menyebut beberapa orang kecipratan duit korupsi Hambalang melalui Machfud. Mereka adalah Andi Alfian Mallarangeng melalui Andi Zulkarnain Mallarangeng sebesar Rp 5 miliar, Wafid Muharram Rp 6,55 miliar, Anas Urbaningrum sebesar Rp 2,21 miliar buat membantu pemenangan sebagai Ketua Umum dalam Kongres Partai Demokrat 2010, Mahyudin Rp 500 juta, Olly Dondokambey Rp 2,5 miliar, Joyo Winoto Rp 3 miliar, Lisa Lukitawati Rp 5 miliar, Adirusman Dault Rp 500 juta, serta membayar ganti rugi Muhammad Nazaruddin dalam mendapatkan proyek itu sebesar Rp 10 miliar.
Uang itu, kata Jaksa Fitroh, diambil dari pembayaran proyek sebesar Rp 185 miliar. Duit itu juga disebar sebagai realisasi fee 18 persen.
Sementara korporasi turut menikmati duit haram proyek Hambalang adalah PT Yodya Karya, PT Metaphora Solusi Global, PT Malmas Mitra Teknik, PD Laboratorium Teknik Sipil Geoinves, PT Ciriajasa Cipta Mandiri, PT Global Daya Manunggal, PT Aria lingga Perkasa, PT Dutasari Citra Laras, Kerja Sama Operasi (KSO) PT Adhi Karya-PT Wijaya Karya (Adhi-Wika) dan 32 perusahaan atau perorangan sub kontrak KSO Adhi-Wika. Atas perbuatan Machfud merugikan negara sebesar Rp 464,5 miliar.
Atas dakwaan itu, Machfud Suroso mengaku memahami. Kuasa hukum Machfud, Syaiful Achmad Dinar, menyatakan tidak akan mengajukan nota keberatan (eksepsi). “Kami ingin supaya langsung pemeriksaan saksi,” kata Syaiful.
Sementara itu, Jaksa Fitroh mengatakan dari 300 saksi dalam berkas perkara mereka akan menghadirkan maksimal 70 orang. Ketua Majelis Hakim Sinung Hermawan menyatakan sidang bakal dilanjutkan pada 5 Januari 2014. “Sidangnya akan dua kali seminggu. Senin dan Rabu,” kata Hakim Ketua Sinung.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu