Bandung, Aktual.com – Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Fuad Arif Fakrulloh, mengatakan sekitar 25 persen alat perekaman kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) di 6.000 kecamatan di Indonesia, rusak.

“Kerusakan kita itu sekitar 20 sampai 25 persen. Kita punya 6.000 kecamatan, jadi kalau 20 sampai 25 persennya itu kira-kira di 1.500 (kecamatan) yang rusak,” ujar Fuad di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat, Kota Bandung, ditulis Jumat (1/9).

Menurutnya, ada dua faktor yang membuat alat rekam KTP-el rusak. Pertama diakibatkan kesalahan manusia, dan kedua oleh faktor teknis seperti tersambar petir atau konsleting.

Di sisi lain, kata dia, seharusnya alat rekam yang sudah berusia lebih dari lima tahun segera diganti. Pasalnya, setelah melewati waktu tertentu, alat rekam tidak akan berfungsi dengan normal dan sangat berpotensi rusak.

“Usia alat elektronik itu kan lima tahun, sekarang sudah enam tahun. Terus ada yang rusak karena tersambar petir, konslet. Di Papua banyak yang putus-putus karena digigit tikus,” kata dia.

Ia mengaku sudah mengajukan pengadaan alat perekaman KTP-el baru ke Kementerian Keuangan. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada tanda-tanda alat yang rusak akan segera diganti.

“Kami belum diberi uang oleh Menkeu, karena anggaran negara terbatas. Kami sudah mengajukan untuk pengadaan baru untuk 900 kecamatan tapi belum disetujui,” katanya.

Agar proses perekaman tetap berjalan, ditambah Pilkada serentak serta Pilpres telah dekat, ia meminta Disdukcapil di kabupaten/kota untuk menerapkan sistem jemput bola.

Sementara bagi kecamatan yang baru mekar, masyarakat diminta aktif dengan mendatangi kecamatan-kecamatan induk yang memiliki akses perekaman KTP-el.

“Kan gini kita kecamatan mekar terus, kalau mekar harus disiapkan alat, nah kecamatan yang mekar alatnya ga ada. Jadi harus merekam ke kecamatan induknya,” katanya.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: