Jakarta, Aktual.com — Sebanyak 1300 pelajar dari 62 sekolah dasar (SD) dan Sekolah Menengah pertama (SMP) se-kota Makassar bermain permainan Sembilan Nilai (SEMAI) dengan tema ‘Gerakan Pemberantasan Korupsi 1000 Anak Bermain’, Selasa (18/8).

Kegiatan pencatatan rekor MURI di Makassar awalnya ditargetkan diikuti oleh 1000 anak sekolah dasar dan SMP, namun peserta membludak menjadi 1300 pelajar sehingga mampu memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI). Kegiatan ini diselenggarakan oleh ‘Saya Perempuan Anti Korupsi’, AIPJ, KPK, dan pemerintah kota Makassar.

SEMAI merupakan permainan untuk anak usia dini hingga sekolah Menengah Pertama (SMP) yang dimainkan oleh dua orang atau kelompok dan dipandu oleh seorang fasilitator. Permainan ini berisi contoh perilaku sehari-hari yang biasa dialami oleh anak, sehingga mudah untuk didiskusikan bersama.

Permainan yang diikuti pelajar Makassar tersebut menanamkan sembilan nilai dasar anti korupsi, yaitu kejujuran, kepedulian, kesederhanaan, keberanian, keadilan, kegigihan, tanggung jawab, kerja sama, dan kedisiplinan pada anak.

Sementara itu, Wakil Wali Kota Makassar Syamsu Rizal MI menyampaikan apresiasinya kepada pihak penyelenggara dan seluruh stakeholer yang telah memfasilitasi serta menunjukkan rasa pedulinya kepada generasi penerus bangsa.

“Kegiatan ini menjadi salah satu usaha untuk menciptakan generasi yang sehat, baik fisik dan mental. Terutama sekali untuk membangun karakter anak dan bangsa yang dimulai di kota Makassar,” tuturnya.

Kegiatan yang digelar saat ini juga merupakan wujud komitmen untuk membangun generasi yang lebih kuat mental dan fisik terhadap segala macam godaan.

“Peran AIPJ KPK, menjadi anugerah bagi kota Makassar, karena menyadari bahwa apa yang dilakukan saat ini merupakan komitmen bersama untuk menciptakan generasi harapan bagi bangsa Indonesia,” kata dia.

Deng Ical pun menambahkan bahwa di HUT RI ke 70, menjadi harapan bersama agar sumber daya yang dimiliki dapat digunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan bersama, tetapi hari ini fakta menunjukkan masih adanya kemiskinan, keterbelakangan, dan diskriminasi.

“Hal ini terjadi mungkin bukan karena kita belum kerja keras, atau keterbatasan kemampuan, namun mungkin ini terjadi karena adanya perilaku yang belum sepenuhnya jujur, belum produktif untuk kesejahteraan, masih ada yang korupsi, kolusi, dan nepotisme,” tambahnya.

Artikel ini ditulis oleh: